Surat Izin Keluarga TKI

SURAT IZIN KELUARGA


Yang bertanda tangan di bawah ini :

1.    N a m a                             : …………………………………………………………….
(Nama Orang Tua/Wali)  
2.    U m u r                              : …………………………………………………………….
3.    A l a m a t                          : …………………………………………………………….
4.    Pekerjaan                          : …………………………………………………………….

Selaku Orang Tua / Wali / Suami / Istri*) dari :

1.    N a m a                             : …………………………………………………………….
(Nama Calon TKI)
2.    Tempat / Tgl. Lahir            : …………………………………………………………….      
3.    A l a m a t                          : …………………………………………………………….
4.    S t a t u s                           : …………………………………………………………….
5.    Hubungan keluarga                     
dengan calon                    : …………………………………………………………….

Dengan ini menyatakan bahwa saya tidak keberatan dan secara sadar serta ikhlas memberikan izin kepada anak / adik / suami / istri * ) untuk bekerja di luar negeri yang akan dikirim oleh :

1.    Nama Perusahaan            : PT. TKI SUKSES SELALU
2.    A l a m a t                          : Jl. Terkatung katung Gg. Ru

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan penuh tanggung jawab serta berani angkat sumpah bila diperlukan.




Mengetahui :
Kepala Desa / Lurah







…………………………………
…………..tgl………………………
Saya yang membuat Pernyataan
ditandatangani orang tua / wali







…………………………………

* Coret yang tidak diperlukan



PJTKI/Permohonan-h2

Karakteristik Autis

a. Karakteristik dalam interaksi social (Puspitha, 2016) :
  1. Menyendiri (aloof)
  2. Terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas (tidak hangat).
  3. Pasif
  4. Dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak lain jika pola permaiannya disesuaikan dengan dirinya.
  5. Aktif tapi aneh
  6. Secara spontan akan mendekati anak lain, namun interaksi ini seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
b. Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah (Puspitha, 2016):
  1. Bergumam
  2. Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan kesukaran dalam mengggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan benar
  3. Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang pernah mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk berkomunikasi
  4. Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai "kamu";
  5. Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana yang tidak sesuai.
  6. Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti seorang anak berkata "sembilan" setiap kali ia melihat kereta api.
  7. Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat berbicara dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka berbicara lawan bicaranya.
  8. Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
  9. Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara.
  10. Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orangtuanya untuk mengambil obyek yang dimaksud
  11. Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal, mereka sering tidak menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk mengekspresikan perasaannya atau untuk merabarasakan perasaan orang lain, misalnya menggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis, dan sebagainya.
c. Karakteristik dalam perilaku dan pola bermain (Puspitha, 2016) :
  1. Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang dan tidak kreatik
  2. Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai
  3. Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru
  4. Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulang
  5. Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif
  6. Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi motorik terganggu, kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
d. Karakteristik kognitif (Puspitha, 2016) :

1) Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat rata-rata sedang.

2) Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang menunjukan kemampuan luar biasa) adalah seorang penyandang autisme.

Gambaran klinis anak autis secara khas ditandai oleh adanya gangguan yang muncul sebelum usia 3 tahun, yaitu kegagalan dalam perkembangan berbahasa dan kegagalan dalam menjalin hubungan dengan orang tuanya (Sofia.2010).

Menurut Aris Sudiyanto anak-anak penyandang autis sering tampak normal perkembangannya sampai usia 3 tahun, yaitu kegagalan dalam perkembangannya sampai usia 24-30 bulan, sebelum orang tua mereka menyadari adanya gangguan dalam perkembangan anaknya, yaitu dalam interaksi sosial, komunikasi dan bermain.Ciri khas pada anak autis (Sofia.2010):
  • Anak tidak dapat mengikuti jalan pikiran orang lain.
  • Anak tidak mempunyai empati dan tidak tahu apa reaksi orang atas perbuatannya.
  • Pemahaman anak sangat kurang, sehingga apa yang ia baca sukar dipahami, misalnya dalam bercerita kembali dan soal berhitung yang menggunakan kalimat.
  • Anak kadang mempunyai daya ingat yang sangat kuat, seperti perkalian, kalender dan lagu-lagu.
  • Anak lebih mudah belajar memahami lewat gambar-gambar (visual learners).
  • Anak belum dapat bersosialisasi dengan teman sekelasnya, seperti sukar bekerja sama dalam kelompok, bermain peran dan sebagainya.
  • Anak sukar mengekspresikan perasaannya, seperti mudah frustasi bila tidak dimengerti dan dapat menimbulkan tantrum.
Sri Utami Soedarsono, penyandang autis memiliki karakteristik/ gejala dalam hal (Kusumayanti, 2011):

a. Komunikasi (Kusumayanti, 2011) :
  1. Anak tampak seperti tuli, sulit bicara, atau pernah berbicara tapi kemudian sirna.
  2. Perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada.
  3. Kadang kata-kata digunakan tidak sesuai artinya.
  4. Mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tak dapat dimengerti orang lain.
  5. Bicara tidak dipakai untuk alat berkomunikasi.
  6. Senang meniru atau membeo.
  7. Bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyayian tersebut tanpa mengerti artinya.
  8. Sebagian dari anak ini tidak berbicara (non verbal) atau sedikit berbicara (kurang verbal) sampai usia dewasa.
  9. Senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa yang ia inginkan, misalnya bila ingin meminta sesuatu.
b. Interaksi social (Kusumayanti,2011) :
1) Penyandang autistik lebih suka menyendiri
2) Tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindari untuk bertata
3) Tidak tertarik untuk bermain bersama teman
4) Bila diajak bermain, ia tidak mau dan menjauh
 
c. Gangguan sensoris (Kusumayanti,2011) :
1) Sangat sensitive terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk
2) Mendengar suara langsung menutup telinga
3) Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda
4) Tidak sensitive terhadap rasa sakit dan rasa takut

d. Pola bermain (Kusumayanti,2011) :
1) Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2) Tidak suka bermain dengan anak sebayanya
3) Tidak kreatif, tidak imajinatif

4) Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik lalu rodanya diputar-putar senang akan benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda

5) Dapat sangat dekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang terus dan dibawa kemana-mana

e. Perilaku Autis (Kusumayanti,2011) :
1) Cuek terhadap lingkungan
2) Prilaku yang tidak terarah, lari-lari dan mondar-mandir dan manjat-manjat
3) Tidak suka pada perubahan
4) Dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
5) Obsessive Compulsive Behavior
6) Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, dan menangis
7) Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.
8) Kadang suka menyerang dan merusak
9) Kadang-kadang anak berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
10) Tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

f. Perubahan perilaku anak autis dapat diamati melalui
1) Prilaku Sosial
Perilaku sosial memungkinkan seorang individu untuk berhubungan dan berinteraksi dalam seting sosial. Tinjauan tentang kesulitan (deficits) sosial pada anakanak autis baru-baru ini muncul (Susanti, 2003).

Anak-anak autis yang nonverbal telah diketahui bahwa mereka mengabaikan (ignore) orang lain, memperlihatkan masalah umum dalam bergaul dengan orang lain secara sosial. Ekspresi sosial mereka terbatas pada ekspresi emosi-emosi yang ekstrim, seperti menjerit, menangis atau tertawa yang sedalam-dalamnya (Susanti, 2003).

Anak-anak autis tidak menyukai perubahan sosial atau gangguan dalam rutinitas sehari-hari dan lebih suka apabila dunia mereka tetap sama. Apabila terjadi perubahan mereka akan lebih mudah marah, contoh: mereka akan marah apabila mengambil rute pulang dari sekolah yang berbeda dari yang biasa dilewati, atau posisi furnitur di dalam kelas berubah dari semula.

Anak-anak autis sering memperlihatkan perilaku yang merangsang dirinya sendiri (self-stimulating) seperti mengepak-ngepakkan tangan (hand flapping) mengayun-ayun tangan ke depan dan kebelakang, membuat suara-suara yang tetap (ngoceh), atau menyakiti diri sendiri (self-inflicting injuries) seperti menggaruk-garuk, kadang sampai terluka, menusuk-nusuk. Perilaku merangsang diri sendiri (self-stimulating) lebih sering terjadi pada waktu yang berbeda dari kehidupan anak atau selama situasi sosial berbeda. Perilaku ini lebih sering lagi terjadi pada saat anak autis ditinggal sendiri atau sedang sendirian daripada waktu dia sibuk dengan tugas-tugas yang harus dikerjakannya, dan berkurang setelah anak belajar untuk berkomunikasi (Susanti, 2003).

2) Prilaku Komunikasi
Bahasa termasuk pembentukan kata-kata, belajar aturan-aturan untuk merangkai kata-kata menjadi kalimat dan mengetahui maksud atau suatu alasan menggunakan bahasa. Bahasa merupakan sesuatu yang abtrak. Pemahaman bahasa memerlukan fungsi pendengaran yang baik dan persepsi pendengaran yang baik pula. Bahasa pragmatis yang merupakan penerjemahan (interpreting) dan penggunaan bahasa dalam konteks sosial, secara pisik (physical) dan konteks linguistik. Pragmatis dan komunikasi berhubungan erat, untuk menjadi seorang komunikator yang berhasil seorang anak harus memiliki pengetahuan tentang bahasa yang dipergunakannya sama baiknya dengan pemahaman tentang manusia dan dimensi dunia yang bukan manusia. Komunikasi lebih daripada kemampuan untuk bicara atau kemampuan untuk merangkai kata-kata dalam urutan yang tepat (Susanti, 2003).

Komunikasi adalah kemampuan untuk membiarkan orang lain mengetahui apa yang diinginkan oleh individu, menjelaskan tentang suatu kejadian kepada orang lain, untuk menggambarkan tindakan dan untuk mengakui keberadaan atau kehadiran orang lain. Komunikasi dapat dilakukan secara verbal dan nonverbal. Komunikasi dapat dijalin melalui gerakan tubuh, melalui tanda isarat atau dengan menunjukkan gambar atau kata-kata. Secara tidak langsung komunikasi menyatakan suatu situasi sosial antara dua individu atau lebih (Susanti, 2003).

Dalam komunikasi orang yang membawa pesan disebut pemrakarsa (initiator) sedangkan orang yang mendengarkan pesan disebut penerima pesan. Pesan bergantian antara pemrakarsa dan penerima pesan. Untuk memenuhi kemampuan (competent) dalam keterampilan pragmatis anak harus mengetahui dan memahami kedua peran tersebut, sebagai premrakarsa dan sebagai penerima pesan. Banyak anak autis yang memiliki kesulitan dalam pragmatis. Untuk peran pemrakarsa dalam berkomunikasi, anak autistik memiliki kesulitan dalam memulai percakapan atau pembicaraan. Ketika berbicara, mereka cenderung meminta orang dewasa untuk mengambilkan mainan, makanan atau minuman, mereka jarang menyampaikan tindakan yang komunikatif seperti menjawab orang lain, mengomentari sesuatu, mengungkapan perasaan atau menggunakan etika sosial seperti pengucapan terimakasih, atau meminta maaf (Susanti, 2003).

Anak-anak autis yang non verbal sering menjadi penerima informasi dan merespon pada orang tua dan guru mereka meminta dengan perlakuan (deal) yang konsisten. Contoh orang dewasa bertanya: “Kamu mau makan apa?”. Dan anak mungkin menjawab dengan memperlihatkan gambar kue atau dengan menggambar kue atau bahkan mungkin dengan kata-kata. Ini sutu peningkatan komunikasi karena anak mengakui orang dewasa sebagai teman dalam meningkatkan komunikasi dan memahami permintaan guru yang ditujukan padanya. Dalam permintaan ini anak sebagai penerima dan penjawab permintaan itu (Susanti, 2003).

Ada beberapa perilaku yang diperlukan dan harus dimiliki oleh seorang anak autis yang nonverbal agar menjadi seorang komunikator yang berhasil yaitu pemahaman sebab akibat, keinginan berkomunikasi, dengan siapa dia berkomunikasi, ada sesuatu untuk dikomunikasikan dan makna dari komunikasi. Di dalam komunikasi apabila seorang anak tidak memahami sebab, dia akan mengalami kesulitan dalam meminta seseorang untuk melakukan sesuatu atau membantunya untuk mengambil benda di tempat penyimpanan (rak) yang paling tinggi. Tanpa penalaran sebab akibat anak tidak dapat meminta suatu tindakan atau benda dari orang lain. Memiliki keinginan untuk berkomunikasi dengan orang lain merupakan tugas yang sulit untuk anak-anak yang nonverbal, selama satu dari tantangan utama mereka adalah ketidakmampuan untuk berhubungan dengan orang lain dalam cara yang diharapkan. Mereka tidak mengakui atau memperlihatkan ketertarikan pada orang lain. Alasan utama dari pernyataan ini karena miskinnya hubungan sebab akibat yang telah dibicarakan di atas. Jika seorang anak tidak memahami bahwa seseorang dapat membantunya atau anak tidak memahami bahwa tindakan akan mengakibatkannya mendapatkan sesuatu (Susanti, 2003).

Sering kali guru berperan sebagai pemrakarsa dalam meningkatkan komunikasi dengan anak autis dan anak biasanya jadi responder. Anak harus belajar menunggu dengan sabar supaya guru menunjukkannya dan dia akan menerima yang dinginkannya. Anak perlu kesempatan untuk meminta benda dengan bebas atau mengawali percakapan. Jika anak autis tidak memiliki sesuatu untuk dibicarakan dia akan tetap tidak berkomunikasi (non comunicatif). Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa prilaku komunikasi anak autistik yang menghambat interaksinya dengan orang lain, dapat ditunjukkan dengan perilaku yang nampak seperti: mengabaikan orang lain (tidak merespon apabila diajak berbicara), tidak dapat mengekspresikan emosi secara tepat (tidak tertawa emelihat yang lucu, tidak memperlihatkan perasaan senang, takut, atau sakit, dalam mimik mukanya), terobsesi dengan kesamaan (kaku), tidak mampu mengungkapkan keinginannya secara verbal atau mengkompensasikannya dalam gerakan, sulit untuk memulai percakapan atau pembicaraan, jarang melakukan tindakan yang komunikatif, jarang menggunakan kata-kata yang menunjukkan etika sosial, atau mengungkapkan perasaan atau mengomentari sesuatu, echolalia (membeo), nada bicara monoton, salah menggunakan kata ganti orang (Susanti, 2003).