Cerpen BUJANG SEMBAYAN

 BUJANG SEMBAYAN
            Bujang Sebayan adalah seorang laki-laki dari dunia yang lain dengan manusia. Pada suatu hari ia pamit kepada ibunya, “aku mau pergi berjalan lihat keramai anak manusia”, ibunya bilang “jangan, kita sudah lain dunia”. Bujang Sembayan bilang, dia tidak ingin mengacau anak manusia. tetapi ia hanya ingin melihat keramai dunia manusia. Ibunya pun tidak punya alasan untuk mencegahnya. Maka Bujang Sembayan pun pergi ke dunia manusia.
Ketika sampai di suatu kampung di dunia manusia, ia melihat ada demia tujuh beradik yang sedang menumbuk padi. Salah satu dari mereka ada yang alunya bersenggol. Demia itu latah, yaitu demia bungsu bolai belaki yang latah “bersuami tidak bersuami aku nunggu bujang sembayan”. Padahal dia tidak pernah melihat bujang sembayan. Mendengar adiknya latah, kakaknya ada yang bertanya “kenapa kau latah begitu?”, tanya kakaknya. Demia tujuh beradik itu tidak tahu bahwa di belakang mereka ada Bujang Sembayan yang juga mendengar latah si demia bungsu. Bujang Sembayan pun bertanya “mengapa kau latah begitu” tanya Bujang Sembayan. Belum sempat demia menjawab, Bujang Sembayan melanjutkan berbicara “aku di sini, Oh kalau gitu kita nikah saja, aku bujang sembayan” . Demia yang sudah terlanjur berucap bersedia kawin dengan Bujang Semboyan. Tanpa meminang, tanpa bebarok[1] mereka berdua langsung hidup bersama.
Setelah hidup bersama sekitar 2 -3 bulan. bujang sembayan ingin pulang ke rumah orang tuanya. Istrinya pun mengikuti suaminya yang katanya ingin pulang ke rumah orang tuanya. Setelah lama berjalan, sampailah mereka pada sebuah pondok di ujung jalan. “Kamu tunggu di sini”, kata Bujang Sembayan ke istrinya. Sementara Bujang sembayan terus berjalan. Sampai di rumahnya, Bujang Sembayan membersihkan rumahnya yang sudah lama ditinggalkannya.
“mengapa kamu situ?” kata seseorang yang manggil demia. “Aku istri bujang sembayan”, kata demia. “Aku mau pulang, Bujang Sembayan sudah lama tidak pulang ke rumahnya. Ia ingin bertemu dengan orang tuanya” kata demia bungsu lagi. “Oh, kamu istri bujang sembayan? mengapa kau mau dengan bujang sembayan? Bujang sembayan itu orang mati” kata orang itu. Demia hanya terdiam mendengar perkataan orang itu. “Kamu jangan mau dikuli bujang sembayan. Bujang sembayan itu hantu. Bukan manusia, sebaiknya kamu pulang”. pesan orang tua itu. Orang itu juga berpesan agar sesampainya demia bungsu di rumah, berajah bersilih. “Kalau tidak gitu, kamu mati. Diambilnya semangat kamu”. Kata orang tua itu tadi sebelum ia pergi.
Demia merasa takut, kemudian ia pulang ke rumahnya. Sesampainya di rumah, demia bungsu cerita pada kakaknya. Ia menceritakan semua, bahwa ia harus berajah bersilih. Kalau tidak begitu, semangatnya akan diambil oleh Bujang Sembayan yang ternyata adalah hantu. Lalu kata kakaknya yang enam beradik mengikuti saran orang tua itu untuk berajah. Mereka mengambil bambu, masak pulut, potong ayam 3 ekor, mereka berajah suami istri, 3 buah cerita engkata. Setelah selesai bercerita, rajahnya disimpan di simpang jalan.
Tidak lama setelah berajah, datanglah Bujang Sembayan ke jalan tempat istrinya tadi menunggu. Dilihatnya istrinya. “Aku sudah membersihkan rumah, ayo kita pulang”, ajak Bujang Sembayan kepada demia bungsu. Pulanglah mereka berdua suami istri. itu Sampai di rumah, “ayo kita mandi” ajak Bujang Sembayan. “Aku tidak mandi, badan aku tidak enak rasanya mau demam. Kalau aku mandi, nanti aku sakit” jawab demia menolak ajakan suaminya. “Istrimu suruh makan, dari tadi dia tidur terus dan tidak makan”, kata ibu Bujang Sembayan. Dibangunkanlah istrinya. “Makan saja kalian, aku malas makan, badanku kurang enak” demia bungsu menolak lagi ajakan suaminya untuk makan. Sudah tidur bermalam-malam demia bungsu itu, sampai tumbuh matahari. Istrimu dibangunkan lagi, tidur bermalam-malam tidak bangun, mungkin badannya yang kurang enak jadi melarat (sakit kuat). Lalu dilihatnyalah istrinya itu di dalam kelambu, rupanya, istrinya sudah ngelepet tidak ada tubuhnya dan menjadi rajah (patung dari tepung). “Oh, ini rajah, bukan manusia” kata Bujang Sembayan melihat tubuh istrinya sudah tidak ada dan ternyata hanya sebuah patung dari tepung. “Makanya, ibu melarang kau naik ke tempat anak manusia, anak manusia pandai berajah bersilih. Kalau tidak gitu, semangatnya kita ambil. Kalau gitu jangan kita ganggu lagi mereka”. (Silvanus Ecak, 24 Juli 2011).
*** kisah ini biasa diceritakan ketika engkata dalam berajah, yaitu membuat patung dari tepung berjumlah dua yang melambangkan laki-laki dan perempuan. Tujuan dari berajah adalah untuk buang sial. Berajah selalu diadakan setelah gawai. Selain itu, berajah juga dilaksanakan jika seseorang mimpi buruk atau sakit terus-menerus.

No comments:

Post a Comment