Evaluasi Sumber Daya Lahan
Lahan adalah areal atau luasan tertentu dari permukaan bumi yang memiliki ciri tertentu yang mungkin stabil atau terjadi siklus baik di atas atau di bawah luasan tersebut meliputi atmosfir, tanah, geologi, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, dan dipengaruhi oleh kegiatan manusia (ekonomi, sosial, budaya) di masa lampau dan sekarang, dan selanjutnya mempengaruhi potensi penggunaannya pada masa yang akan datang. Sedang penggunaan lahan (land use) adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang diterapkan pada suatu satuan lahan (Baja, 2012).
Lahan adalah areal atau luasan tertentu dari permukaan bumi yang memiliki ciri tertentu yang mungkin stabil atau terjadi siklus baik di atas atau di bawah luasan tersebut meliputi atmosfir, tanah, geologi, hidrologi, populasi tumbuhan dan hewan, dan dipengaruhi oleh kegiatan manusia (ekonomi, sosial, budaya) di masa lampau dan sekarang, dan selanjutnya mempengaruhi potensi penggunaannya pada masa yang akan datang. Sedang penggunaan lahan (land use) adalah suatu bentuk pengelolaan lahan yang diterapkan pada suatu satuan lahan (Baja, 2012).
Evaluasi lahan adalah suatu proses penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan informasi dan/atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu. Kesesuaian lahan tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (kesesuaian lahan aktual) atau setelah diadakan perbaikan (kesesuaian lahan potensial). Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahan tersebut diberikan masukanmasukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau lahan pertanian yang produktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan tanaman yang lebih sesuai (Ritung et al., 2007).
Menurut Syarifuddin S. (2005), prosedur penyusunan model evaluasi lahan adalah sebagai berikut:
1. Menetapkan tipe penggunaan lahan
Merupakan jenis-jenis penggunaan lahan yang diuraikan secara detail menyangkut pengelolaan, masukan yang diperlukan dan keluaran yang diharapkan secara spesifik. Menurut sistem dan modelnya tipe penggunaan lahan dibedakan atas dua macam multiple dan compound. Tipe penggunaan lahan multiple (tumpang sari) terdiri lebih dari satu jenis penggunaan lahan atau komoditas yang diusahakan secara serentak pada suatu areal yang sama dari sebidang lahan.
2. Persyaratan tumbuh tanaman
Setiap komoditas untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi dengan baik memerlukan persyaratan-persyaratan tumbuh tertentu antara lain faktor iklim (suhu, kelembaban, curah hujan), media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman efektif), kesuburan tanah (kandungan bahan organik, fosfat dan kalium), serta kondisi terrain (relief, keadaan batuan dipermukaan).
Setiap komoditas untuk dapat tumbuh atau hidup dan berproduksi dengan baik memerlukan persyaratan-persyaratan tumbuh tertentu antara lain faktor iklim (suhu, kelembaban, curah hujan), media perakaran (drainase, tekstur, kedalaman efektif), kesuburan tanah (kandungan bahan organik, fosfat dan kalium), serta kondisi terrain (relief, keadaan batuan dipermukaan).
3. Karakteristik lahan
Adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi, seperti besarnya lereng, kedalaman efektif, drainase, tekstur, reaksi tanah, kejenuhan basa dan kejenuhan aluminium. Setiap karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi lahan mempunyai interaksi antara satu karakteristik lahan dengan karakteristik lahan lainnya. Oleh karena itu, dalam evaluasi lahan perlu mempertimbangkan penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan.
4. Pohon Keputusan
Adalah metode pengambilan keputusan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan. Pengambilan keputusan untuk menentukan kelas kesesuaian lahan mempunyai hirarki bertingkat dan ditentukan oleh satu atau lebih karakteristik lahan yang mempunyai kaitan erat antara satu dengan lainnya. Model ini membentuk semacam pohon dengan rantingnya sehingga disebut sebagai pohon keputusan. Keputusan penilaian dilakukan berdasarkan tingkatan kendala atau pembatas mulai dari yang paling rendah hingga tingkat kendala tertinggi. Tingkatan kendala tiap karakteristik lahan berbeda menurut nilainya. Misalnya pH 3,0 mempunyai tingkat kendala lebih tinggi daripada pH 5,5.
Pada lahan dengan pH tanah 3,0 dapat langsung diputuskan sebagai lahan yang tidak sesuai (N) sehingga tidak perlu dipertimbangkan karakteristik lahan lainnya. Sedangkan pada lahan dengan pH tanah 5,5 masih tergantung pada karakteristik lahan lainnya, misalnya kedalaman tanah. Apabila pada lahan tersebut (pH tanah 5,5) mempunyai kedalaman tanah tergolong dangkal, kelas kesesuaiannya diputuskan sebagai lahan tidak sesuai (N) dan tidak diperlukan informasi karakteristik lahan lainnya. Sedangkan lahan dengan pH tanah 5,5 dan tergolong tanah dalam diputuskan sebagai lahan sesuai (S).
II.5 Karakteristik Lahan
Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, iklim dan tanah. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah.
Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, iklim dan tanah. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah.
II.5.1 Topografi
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari.
Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari.
Tabel 2.1. Bentuk wilayah dan kelas lereng (Ritung et al., 2007)
Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (> 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan kina lebih sesuai pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan tanaman karet, sawit, dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah.
No comments:
Post a Comment