Menurut PUSLITBANG SDA (2011), faktor tanah dalam evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa sifat atau karakteristik tanah di antaranya :
1. Drainase tanah : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah terhadap aerasi udara dalam tanah
2. Tekstur tanah : menyatakan istilah dalam distribusi partikel tanah halus dengan ukuran <2 mm
3. Kandungan Nitrogen dalam tanah (pH) : nilai pH tanah di lapangan.
7. C-Organik : kandungan karbon organik tanah.
8. KTK : menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi liat
9. Salinitas : kandungan garam terlarut pada tanah yang dicerminkan oleh daya hantar listrik.
10. Berat isi (bulk density) : berat tanah utuh dalam keadaan kering dibagi dengan volume tanah
11. KAT : kapasitas air tersedia dalam tanah
12. Distribusi kandungan Kalium dapat tukar tanah
13. Konduktivitas hidrolik : properti kemampuan bahan untuk mengirim air
Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Struktur dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan menurut FAO (1976) terdiri dari empat kategori yang merupakan tingkatan generalisasi yang bersifat menurun yaitu:
- Ordo kesesuaian lahan (Order) : Menunjukkan jenis/macam kesesuaian atau keadaan secara umum.
- Kelas kesesuaian lahan (Class) : Menunjukkan tingkat kesesuaian dalam ordo.
- Sub-kelas kesesuaian lahan (Sub-class) : Menujukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di dalam kelas.
- Satuan kesesuaian lahan (Unit) : Menunjukkan perbedaan-perbedaan kecil yang diperlukan dalam pengelolaan di dalam sub-kelas.
Kesesuaian lahan pada tingkat ordo menunjukkan apakah lahan sesuai atau tidak sesuai untuk penggunaaan tertentu. Oleh karena itu Ordo kesesuaian lahan dibagi dua, yaitu:
1. Ordo S : Sesuai (Suitable)
Lahan yang termasuk Ordo ini adalah lahan yang dapat digunakan untuk penggunaan tertentu secara lestari, tanpa atau dengan sedikit resiko kerusakan terhadap sumberdaya lahannya. Keuntungan yang diharapkan dari hasil pemanfaatan lahan ini akan melebihi masukan yang diberikan.
2. Ordo N : Tidak Sesuai (Not Suitable)
Lahan yang termasuk Ordo ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari.
Kelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari Ordo dan menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari Ordo. Kelas ini dalam simbolnya diberi nomor urut yang ditulis dibelakang simbol Ordo. Nomor urut ini menunjukkan tingkatan kelas yang menurun dalam suatu Ordo. Jumlah kelas dalam tiap Ordo sebetulnya tidak terbatas, akan tetapi dianjurkan untuk memakai tiga kelas dalam Ordo Sesuai dan dua kelas dalam Ordo Tidak Sesuai. Penentuan jumlah kelas ini didasarkan pada keperluan minimum untuk mencapai tujuan interpretasi dan umumnya terdiri dari lima kelas. Apabila tiga kelas dipakai dalam
Ordo Sesuai (S) dan dua kelas dalam Ordo Tidak Sesuai (N), maka pembagian serta defenisi kelas-kelas tersebut adalah sebagai berikut:
Kelas S1 : Sangat Sesuai (Highly Suitable)
Lahan tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan secara lestari atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksinya serta tidak akan menaikkan masukan dari apa yang telah biasa diberikan.
Kelas S2 : Cukup Sesuai (Moderately Suitable)
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu meningkatkan masukan yang diperlukan.
Kelas S3 : Sesuai Marginal (Marginally Suitable)
Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas yang sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan masukan yang diperlukan.
Kelas N1 : Tidak Sesuai Pada Saat Ini (Currently Suitable)
Lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengetahuan sekarang ini dengan biaya yang rasional.
Kelas N2 : Tidak Sesuai Permanen (Permanently not Suitable)
Lahan mempunyai pembatas yang sangat berat sehingga tidak mungkin untuk digunakan bagi suatu penggunaan yang lestari.
Curah Hujan : Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama 1(satu) hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya tahunan. Sedangkan secara otomatis menggunakan alat-alat khusus yang dapat mencatat kejadian hujan setiap periode tertentu, misalnya setiap menit, setiap jam, dan seterusnya. Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm (Ritung et al., 2007).
No comments:
Post a Comment