Logam Timbal (Pb) : Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan dengan timbal (Pb). Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C. Pada suhu 550-600°C. Timbal (Pb) menguap dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal oksida. Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam.
Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2008).
Menurut Widowati, et al., (2008), timbal pada awalnya adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak bumi. Timbal adalah logam yang mendapat perhatian karena bersifat toksik melalui makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar timbal. Menurut Sunu dalam Sihite (2015), timbal merupakan logam yang sangat beracun yang pada dasarnya tidak dapat dimusnahkan serta tidak terurai menjadi zat lain.
Sifat Logam Timbal (Pb)
Menurut Fardiaz (1992), timbal banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifat-sifatnya sebagai berikut :
- Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
- Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai bentuk.
- Sifat-sifat kimia timbal menyebabkan logam ini berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.
- Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya. Alloy yang terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan timbal yang murni.
- Densitas timbal lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas dan merkuri.
Penggunaan Logam Timbal (Pb)
Persenyawaan Pb dengan Cr (chromium), Mo (molibdenum) dan Cl (Chlor), digunakan secara luas sebagai pigmen “chrom”. Senyawa PbCrO4 digunakan dalam industri cat untuk mendapatkan warna “kuning-chrom”, Pb(OH)2.2PbCO3 untuk mendapatkan warna “timah putih”, sedangkan senyawa yang dibentuk dari PbO4 digunakan untuk mendapatkan warna “timah merah”. Timbal dan persenyawaannya banyak digunakan dalam berbagai bidang. Dalam industri baterai, timbal digunakan sebagai grid yang merupakan alloy (suatu persenyawaan) dengan logam berat (Pb-Bi) dengan perbandingan 93:7 (Palar, 2008).
Timbal oksida (PbO4) dan logam timbal dalam industri baterai digunakan sebagai bahan yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Alloy Pb yang mengandung 1% stibium (Sb) banyak digunakan sebagai kabel telepon. Alloy Pb dengan 0,15% As, 0,1% Sn, dan 0,1% Bi banyak digunakan untuk kabel listrik. Dalam perkembangan industri kimia, dikenal pula zat aditif yang dapat ditambahkan ke dalam bahan bakar kendaraan bermotor. Persenyawaan yang dibentuk dari logam Pb sebagai zat aditif ini ada dua jenis, yaitu (CH3)4-Pb (tetrametil-Pb) dan (C2H5)4-Pb (tetraetil-Pb) (Palar, 2008).
Menurut Sunu dalam Sihite (2015), timbal juga digunakan untuk produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, bahan kimia, pewarna, pipa dan solder. Timbal dapat digunakan sebagai campuran dalam pembuatan pelapis keramik yang disebut-glaze silika dengan okside lainnya-yaitu merupakan lapisan tipis gelas yang menyerap ke dalam permukaan tanah liat yang digunakan untuk membuat keramik. Komponen timbal (PbO) ditambahkan ke dalam glaze untuk membentuk sifat yang mengkilap yang tidak dibentuk okside lainnya.
Penggunaan timbal dalam kehidupan sehari-hari antara lain (Fardiaz, 1992 ) :
- Dalam bentuk Timbal oksida pada produksi baterai penyimpanan untuk mobil
- Dalam produk-produk logam seperti amunisi, pelapis kabel, pipa dan solder, bahan kimia, dan pewarna (cat).
- Timbal (Pb) digunakan dala.m bentuk alloy, seperti pipa-pipa yang digunakan untuk mengalirkan bahan kimia yang korosif karena Timbal merupakan logam yang tahan terhadap peristiwa korosi.
- Digunakan sebagai campuran dalam pelapis keramik yang disebut glaze, dalam bentuk PbO untuk membentuk sifat mengkilap pada keramik
- Digunakan sebagai bahan aditif pada bahan bakar bensin dalam bentuk Tetra Ethyl Lead (TEL), Pb (C2H5)4 untuk mengurangi letupan pada proses pembakaran oleh mesin kendaraan.
Keracunan Logam Timbal (Pb)
Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke dalam tubuh. Proses masuknya Pb dapat melalui beberapa cara yaitu melaui pernafasan, oral (melalui makanan dan minuman) dan penetrasi pada lapisan kulit (Palar, 2008). Menurut Henretig dalam Sembel (2015), timbal merupakan salah satu logam yang pertama-tama dilebur dan digunakan untuk keperluan industri.
Penyerapan lewat pernafasan akan masuk ke dalam pembuluh darah paru-paru. Logam timbal yang masuk ke paru-paru melalui pernafasan akan terserap dan berikatan dengan darah paru-paru untuk kemudian diedarkan ke seluruh jaringan dan organ tubuh (Palar, 2008). Penyerapan lewat oral akan masuk ke saluran pencernaan dan masuk ke dalam darah (Fardiaz dalam Naria, 2005). Penyerapan lewat kulit dapat terjadi karena timbal dapat larut dalam minyak dan lemak (Palar, 2008).
Menurut Akhadi dalam Sihite (2015), unsur Pb yang terserap masuk ke dalam tubuh perlu waktu yang cukup lama untuk hilang keluar dari tubuh. Pada jaringan atau organ tubuh, logam timbal akan terakumulasi pada tulang karena logam ini dalam membentuk ion (Pb2+) mampu menggantikan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang (Palar, 2008). Sebagian timbal kemudian akan diekskresikan melalui urin atau feses (Widowati et. al. 2008).
Timbulnya gejala keracunan yang diakibatkan oleh kandungan timbal di dalam darah untuk orang dewasa pada umumnya sekitar 60-100 mikrogram per 100 ml darah. Semakin tinggi kandungan Pb dalam darah, maka semakin berbahaya bagi kesehatan tubuh. Daya racun timbal yang berada di dalam tubuh antara lain disebabkan oleh penghambatan kerja enzim oleh ion-ion Pb (Sunu dalam Sihite, 2015).
Menurut BPOM RI (2014), timbal dapat masuk ke dalam tubuh melalui kulit, tertelan atau kontak dengan mata kemudian masuk ke dalam peredaran darah dan terakumulasi dalam jaringan, terutama tulang. Selain itu, timbal juga dapat terakumulasi di hati, ginjal, pankreas, dan paru-paru. Di dalam tubuh, timbal merupakan neurotoksin yang terbukti dapat menyebabkan tingkat IQ rendah dan menimbulkan masalah perilaku seperti meningkatnya agresivitas. Bayi, balita, anak-anak, janin, dan ibu hamil merupakan kelompok yang paling rentan mengalami keracunan timbal akibat paparan kronis rendah. Timbal sangat mudah menembus plasenta dan dapat ditransfer melalui air susu ibu (ASI).
Mekanisme Toksisitas Timbal
Orang dewasa mengabsorpsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang dicerna, sedangkan anak-anak mengabsorpsi Pb lebih besar, yaitu 41,5%. Pb dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Proses masuknya timbal ke dalam tubuh dapat melalui makanan dan minuman, udara, dan penetrasi pada kulit. Penyerapan lewat kulit ini dapat terjadi disebabkan karena senyawa ini dapat larut dalam minyak dan lemak (Palar, 2008).
Berikut ini adalah skema akumulasi paparan timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia :
Gambar Akumulasi Timbal (Pb) dalam Tubuh Manusia
(Sumber : Depkes RI, 2001 dalam Naria, 2005)
Menurut Naria (2005), kira-kira 40% dari timbal yang masuk melalui pernafasan, diabsorbsi sampai ke saluran pernafasan. Sekitar 5-10% dari senyawa timbal yang masuk diserap oleh saluran gastrointestinal. Menurut Ardyanto (2005), timah hitam dan senyawanya masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan dan saluran pencernaan, sedangkan absorbsi melalui kulit sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Bahaya yang ditimbulkan oleh Pb tergantung oleh ukuran partikelnya. Partikel yang lebih kecil dari 10 μg dapat tertahan di paru-paru, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di saluran nafas bagian atas.
Absorbsi Pb melalui saluran pernafasan dipengaruhi oleh tiga proses yaitu deposisi, pembersihan mukosiliar, dan pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di nasofaring, saluran trakeobronkhial, dan alveolus. Deposisi tergantung pada ukuran partikel Pb volume pernafasan dan daya larut. Partikel yang lebih besar banyak di deposit pada saluran pernafasan bagian atas dibanding partikel yang lebih kecil (DeRoos dan OSHA dalam Ardyanto, 2005).
Tidak semua Pb yang terisap atau tertelan ke dalam tubuh akan tertinggal di dalam tubuh. Kira-kira 5-10% dari jumlah yang tertelan akan diabsorbsi melalui saluran pencernaan, dan sekitar 30% dari jumlah yang terisap melalui hidung akan diabsorbsi melalui saluran pernafasan. Hanya sekitar 5% dari 30% yang terabsorbsi melalui saluran pernafasan akan tertinggal di dalam tubuh karena dipengaruhi oleh ukuran partikel-partikelnya.
Timah hitam yang diabsorsi diangkut oleh darah ke organ-organ tubuh sebanyak 95% Pb dalam Timah hitam darah diikat oleh eritrosit. Sebagian Pb plasma dalam bentuk yang dapat berdifusi dan diperkirakan dalam keseimbangan dengan pool Pb tubuh lainnya. Yang dibagi menjadi dua yaitu ke jaringan lunak (sumsum tulang, sistim saraf, ginjal, hati) dan ke jaringan keras (tulang, kuku, rambut, gigi (Palar, 2008).
Ekskresi Pb melalui beberapa cara, yang terpenting adalah melalui ginjal dan saluran cerna. Ekskresi Pb melalui urine sebanyak 75 – 80%, melalui feces 15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut, dan kuku (Palar,1994). Ekskresi Pb melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya di dinding usus, regenerasi sel epitel, dan ekskresi empedu. Sedangkan Proses eksresi Pb melalui ginjal adalah melalui filtrasiglomerulus. Kadar Pb dalam urine merupakan cerminan pajanan baru sehingga pemeriksaan Pb urine dipakai untuk pajanan okupasional (Goldstein dan Kippen dalam Ardyanto, 2005).
Menurut Nordberg dalam Ardyanto (2005), pada umumnya ekskresi Pb berjalan sangat lambat. Timah hitam waktu paruh didalam darah kurang lebih 25 hari, pada jaringan lunak 40 hari sedangkan pada tulang 25 tahun. Ekskresi yang lambat ini menyebabkan Pb mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan okupasional maupun non okupasional. Sedangkan menurut Fardiaz (1992), waktu paruh timbal secara biologi dalam tulang manusia diperkirakan 2-3 tahun. Menurut Naria (2005), timbal dalam darah akan dapat dideteksi dalam waktu paruh sekitar 20 hari, sedangkan ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui urine, faeces, dan keringat.
Toksisitas Pb bersifat kronis dan akut. Toksisitas kronis sering dijumpai pada pekerja tambang dan pabrik pemurnian logam, pabrik mobil (proses pengecetan), pembuatan baterai, percetakan, pelapisan logam, dan pengecetan. Paparan Pb secara kronis bisa mengakibatkan kelelahan, kelesuan, gangguan iritabilitas, gangguan gastrointestinal, kehilangan libido, infertilitas pada laki-laki, gangguan menstruasi serta absorbsi spontan pada wanita, depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat terganggu, dan sulit tidur (Widowati, et al., 2008).
Besarnya tingkat keracunan timbal menurut WHO dalam Naria (1999) dipengaruhi oleh :
- Umur. Anak-anak mengabsorbsi timbal lebih banyak dari orang dewasa. Anakanak juga lebih rentan sehingga dapat terjadi efek keracunan pada kandungan timbal yang rendah dalam darah.
- Jenis kelamin. Wanita lebih rentan dibandingkan dengan pria.
- Musim panas akan meningkatkan daya racun timbal.
- Peningkatan asam lambung akan meningkatkan absorbsi timbal
- Peminum alkohol lebih rentan terhadap timbal.
Dampak Timbal (Pb) pada Kesehatan
Timbal adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan yang mengonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar timbal, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral (Widowati et al., 2008). Keracunan yang disebabkan oleh keberadaan timbal di dalam tubuh mempengaruhi banyak jaringan di dalam tubuh. Organ-organ tubuh yang banyak menjadi sasaran peristiwa keracunan yang disebabkan oleh keberadaan logam timbal adalah sistem syaraf, sistem ginjal, sistem ginjal, sistem reproduksi, sistem endokrin. Setiap bagian yang diserang akan memperlihatkan efek yang berbeda-beda (Palar, 2008).
Menurut Widowati, et al., (2008), timbal bersifat kumulatif. Mekanisme toksisitas timbal (Pb) berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah :
1. Sistem haemopoietik
Sel-sel darah merah merupakan suatu bentuk kompleks khelat yangdibentuk oleh logam Fe (besi) dengan gugus haemo dan globin sintesa dari kompleks tersebut melibatkan 2 enzim, yaitu enzim ALAD (Amino Levulinic Acid Dehidrase) atau asam amino levulinat dehidrase dan enzim ferrokhelatase. Enzim ALAD adalah enzim jenis sitoplasma. Enzim ini akan bereaksi secara aktif pada tahap awal sintesa dan selama sirkulasi sel darah merah berlangsung. Senyawa Pb yang terdapat dalam tubuh akan mengikat gugus aktif enzim ALAD. Enzim ALAD berfungsi pada sintesa sel darah merah. Adanya timbal pada tubuh akan mengganggu kerja enzim tersebut sehingga sintesa sel darah merah terganggu (Palar, 2008). Penghambatan sintesa sel darah merah mengakibatkan terjadinya anemia (Widowati et. al.,2008).
2. Sistem saraf
Sistem syaraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun yang dibawa oleh logam timbal (Palar, 2008). Timbal mengakibatkan demielinasi (rusaknya sarung mielin saraf) otak dan otak kecil yang putih sebelah belakang dan kematian sel-sel syaraf (Robins dalam Naria, 2005). Pb menimbulkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi, halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium (Widowati et. al., 2008).
3. Sistem urinaria
Senyawa timbal yang larut dalam darah akan dibawa oleh darah ke seluruh tubuh dan akan masuk kedalam glomerulus. Disini terjadi pemisahan akhir semua bahan yang dibawa darah, yaitu yang masih berguna bagi tubuh atau yang harus dibuang karena sudah tidak diperlukan lagi. Ikut sertanya timbal yang larut dalam darah ke sistem urinaria (ginjal) mengakibatkan terjadinya kerusakan pada saluran ginjal. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan terbentuknya intranuclear inclusion bodies yang disertai dengan terbentuknya aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino dalam urin (Palar, 2008).
4. Sistem gastrointestinal
Efek timbal ini terjadi karena mengonsumsi bahan yang tercemar timbal (Widowati et. al., 2008).
5. Sistem kardiovaskular
Timbal dapat menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah (Widowati et. al., 2008).
6. Sistem reproduksi
Pada wanita hamil Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin dan selanjutnya setelah bayi lahir, Pb akan dikeluarkan bersama air susu ibu (Widowati et al., 2008). Jika bayi lahir, timbal akan dikeluarkan bersama dengan air susu (Palar, 2008). Pada wanita dengan paparan timbal yang tinggi, timbal akan disimpan dalam tulang. Timbal yang terserap dan ditimbun dalam tulang dan juga masuk ke peredaran darah, melalui plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin (Palar, 2008). Pb dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin. Pb mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat kromosom. Anak-anak sangat peka terhadap paparan Pb di udara. Paparan Pb dengan kadar yang rendah yang berlangsung cukup lama dapat menurunkan IQ. Ibu hamil yang terkontaminasi timbal tersebut akan mengalami keguguran, tidak berkembangnya sel otak embrio, serta kematian janin (Widowati et. al. 2008).
7. Sistem endokrin
Timbal mengakibatkan gangguan fungsi tiroid (Widowati et. al. 2008). Fungsi tiroid sebagai hormon akan mengalami tekanan bila manusia kekurangan I 131 (yodium isotop 131). Pengukuran terhadap steroid dalam urin pada kondisi paparan timbal yang berbeda dapat digunakan untuk melihat hubungan penyerapan timbal pada sistem endokrin. Dari pengamatan yang dilakukan dengan paparan timbal yang berbeda terjadi pengurangan pengeluaran steroid dan terus mengalami peningkatan dalam posisi minus. Kecepatan pengeluaran aldosteron juga mengalami penurunan selama pengurangan konsumsi garam pada orang yang keracunan timbal (Palar, 2008).
8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.
Dampak Timbal pada Lingkungan
A. Udara
Pencemaran timbal di udara dapat disebabkan oleh asap yang berasal dari cerobong pabrik yang mengolah senyawa timbal dan knalpot kendaraan. Senyawa-senyawa timbal dalam keadaan kering dapat terdispersi di dalam udara, sehingga kemudian terhirup pada saat bernafas dan sebagian akan diserap kulit ataupun diserap oleh daun tumbuhan (Palar, 2008). Baku mutu udara ambien untuk timbal berdasarkan PP RI No. 41 Tahun 1999 yaitu sebesar 2,0 g/Nm3.
B. Air
Timbal dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan timbal di udara dengan bantuan air hujan. Pencemaran timbal di perairan juga dapat disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti dari air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan timbal. Limbah tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan dan akan merusak tata lingkungan perairan yang dimasukinya. Badan perairan yang telah kemasukan senyawa atau ion-ion Pb dengan jumlah yang melebihi konsentrasi semestinya, dapat menyebabkan kematian bagi biota perairan tersebut. Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mg/L dapat membunuh ikan-ikan (Palar,2008). Baku mutu timbal di perairan berdasarkan PP No. 20 tahun 1990 adalah 0,1 mg/l.
C. Tanah
Pencemaran timbal di tanah dapat disebabkan oleh buangan sampah sisa produk konsumen yang mengandung timbal. Keberadaan timbal di dalam tanah dapat juga berasal dari emisi kendaraan bermotor, yang mana partikel timbal yang terlepas ke udara secara alami dengan adanya gaya gravitasi membuat timbal turun ke tanah. Rata-rata timbal yang terdapat di dalam tanah adalah sebesar 5–25 mg/kg (Widowati et. al. 2008).
D. Tanaman
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman yaitu daun, batang, akar dan akar umbi-umbian (bawang merah). Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman. Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh sistem biologis (Widaningrum, 2007).
Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi dalam seminggu dengan takaran 50,mg/kg berat badan untuk dewasa dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5-3 ppm (Widaningrum, 2007).
E. Makanan
Semua bahan pangan alami mengandung timbal (Pb) dalam konsentrasi kecil, dan selama persiapan makanan mungkin kandungan Timbal (Pb) akan bertambah. Timbal pada makanan dapat berasal dari peralatan masak, alat-alat makan, dan wadah-wadah penyimpanan yang terbuat dari alloy Pb atau keramik yang dilapisi glaze (Fardiaz, 1992). Sedangkan dalam air minum juga dapat ditemukan senyawa timbal bila air tersebut disimpan atau dialirkan melalui pipa yang merupakan alloy dari logam timbal (Palar, 2008).
2.3.8. Tingkat Timbal (Pb) Normal dalam Tubuh
Untuk mengetahui kandungan timbal di dalam tubuh dapat dilakukan dengan menganalisis konsentrasi timbal di dalam darah atau urin (Sunu dalam Sihite 2015). Pada manusia dewasa jumlah kandungan atau konsentrasi timbal dalam darah tidak sama. Berdasarkan pada perbedaan-perbedaan tersebut, maka konsentrasi timbal dapat digolongkan ke dalam empat kategori. Bila manusia terpapar oleh timbal dalam batasan normal atau dalam batasan toleransi, maka daya racun yang dimiliki oleh timbal tidak akan bekerja dan tidak menimbulkan pengaruh apa-apa. Tetapi bila jumlah yang diserap telah mencapai batas ambang, maka individu yang terpapar akan memperlihatkan gejala keracunan timbal (Palar, 2008).
Karena analisis Pb di dalam tulang cukup sulit, maka kandungan Pb di dalam tubuh ditetapkan dengan menganalisis konsentrasi Pb di dalam darah atau urin. Konsentrasi Pb di dalam darah merupakan indikator yang lebih baik dibandingkan dengan konsentrasi Pb di dalam urin. Jumlah Pb minimal di dalam darah yang dapat mengakibatkan timbulnya gejala keracunan biasanya berkisar antara 60-10μg/100 ml darah untuk orang dewasa.
Tabel Kategori Pencemaran Pb di dalam Darah Orang Dewasa
Gambar Logam Timbal (Pb)
Kak, bisa dituliskan daftar pustakanya? Terimakasih
ReplyDelete