Kewenangan, Kewajiban dan Larangan Notaris : Kewenangan yang dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) tersebut di atas diuaraikan secara jelas dalam Pasal 15 UUJN, yang menyatakan bahwa:
1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
1. Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang.
2. Notaris berwenang pula : a) mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c) membuat copy dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) melakukan pengesahan kecocokan fotocopi dengan surat aslinya; e) memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f) membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g. membuat akta risalah lelang.
3. Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Bila dikaitkan dengan Pasal 1 Stbl.1860 Nomor 3 tentang Notaris Reglement atau Peraturan Jabatan Notaris mengatakan bahwa : Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya berwenang untuk membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta autentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya, dan memberikan grosse, salinan honorarium sebagai penghargaan atas jasa yang telah diberikan kepada masyarakat71 dan kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.
Akta yang dibuat oleh Notaris bersifat autentik bukan saja karena undang-undang yang menetapkan demikian, tetapi juga karena akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan : Suatu akta autentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat dimana akta dibuatnya. Bentuk akta ada dua yaitu akta yang dibuat oleh Notaris (relaas akta) dan akta yang dibuat di hadapan Notaris (partij akta)73, Akta yang dibuat oleh Notaris dapat merupakan suatu akta yang memuat relaas atau menguraikan secara autentik suatu tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan yang dilihat atau yang disaksikan oleh pembuat akta itu, yakni Notaris sendiri, didalam menjalankan jabatannya sebagai Notaris akta ini disebut juga akta yang dibuat oleh (door) Notaris (sebagai pejabat umum). Akta Notaris dapat juga berisikan suatu cerita dari apa yang terjadi, karena perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain di hadapan Notaris, artinya yang diterangakan atau yang diceritakan oleh pihak lain terhadap Notaris dalam menjalankan jabatannya dan untuk keperluan mana pihak lain itu sengaja datang dihadapan notaris, agar keterangan atau perbuatan itu di konstantir oleh notaris dalam suatu akta autentik, akta ini disebut pula akta yang dibuat dihadapan (ten overstaan) Notaris.
Ada dua bentuk akta notaris yaitu : 1) Akta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten); 2) Akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij (partij akten). Di dalam semua akta ini notaris menerangkan atau memberikan dalam jabatannya sebagai pejabat umum kesaksian dari semua apa yang dilihat, disaksikan dan dialaminya, yang dilakukan pihak lain, Dalam golongan akta yang dimaksud pada sub 2 termasuk akta-akta yang memuat perjanjian hibah, jual beli (tidak termasuk penjualan dimuka umum atau lelang), kemampuan terakhir (wasiat), kuasa dan lain sebagainya. Di dalam akta partij ini dicantumkan secara autentik keterangan-keterangan dari orang-orang yang bertindak sebagai pihak-pihak dalam akta itu, di samping relaas dari Notaris itu sendiri yang menyatakan bahwa orang-orang yang hadir itu telah menyatakan kehendaknya tertentu, sebagaimana dicantumkan dalam akta. UUJN merupakan dasar hukum bagi Notaris sebagai satu satunya pejabat yang berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan penetapan sepanjang perbuatan akta itu oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain. Maka Notaris tidak dapat menolak pembuatan akta apabila dimintakan kepadanya kecuali terdapat alasan yang mendasar.
Pasal 15 ayat (2) UUJN mengatur mengenai kewenangan khusus notaris untuk melakukan tindakan hukum tertentu, seperti: a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat dibawah tanda tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; b) Membukukan surat-surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus; c) Memberi kopi dari asli surat-surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat uraian bagimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan; d) Melakukan pengesahan kecocokan photo copy dengan surat aslinya; e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta; f) Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau g) Membuat akta risalah lelang.
Pasal 47 UUJN mengatur mengenai surat kuasa autentik dan dibawah tangan yang merupakan wewenang dari Notaris, berbunyi sebagai berikut :
(1) Surat kuasa autentik atau surat lainnya yang menjadi dasar kewenangan pembuatan akta yang dikeluarkan dalam bentuk originali atau surat kuasa di bawah tangan wajib dilekatkan pada Minuta Akta.
(2) Surat kuasa autentik yang dibuat dalam bentuk Minuta Akta diuraikan dalam akta.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak wajib dilakukan apabila surat kuasa telah dilekatkan pada akta yang dibuat di hadapan Notaris yang sama dan hal tersebut dinyatakan dalam akta.
Pihak atau penghadap yang tidak bertindak untuk dirinya sendiri, dimungkinkan terjadinya kuasa subtitusi yaitu : Apabila Penerima Kuasa dari orang yang mewakilkan (Pemberi Kuasa) tidak menghendaki menjalankan sendiri kuasanya itu, tetapi menguasakan lagi kepada orang lain (pihak ke 3). Penerima kuasa pertama berdasarkan hak subtitusi yang diterimanya, menempatkan orang lain selaku penerima kuasa. Pihak ang menerima subtitusi ini disebut Kuasa Subtitusi, yang sekarang menggatikan tempat atau posisi penerima kuasa yang pertama yang telah mengundurkan diri dari jalur hubungan antara dia dengan pemberi kuasa. Dalam hal ini pemegang Kuasa Subtitusi tetap sebagai pihak yang mewakili langsung pemberi kuasa.
Ada kesamaan terkait dengan pengertian Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik. Pejabat umum yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah seseorang yang diangkat dan diberhentikan oleh pemerintah dan diberi wewenang dan kewajiban untuk melayani publik dalam hal-hal tertentu karena ia ikut serta melaksanakan suatu kekuasaan yang bersumber pada kewibawaan dari pemerintah. Dengan demikian hal tersebut di atas semakin mempertegas kedudukan Notaris sebagai pejabat ataupun pegawai umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1868 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : “suatu akta autentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya”. Hal tersebut menunjukan bahwa sifat dari keautentikan suatu akta tergantung dari bentuk akta tersebut yang diatur dalam undang-undang serta dibuat oleh pejabat yang berwenang di wilayah hukum kewenangannya. Dalam hal ini menunjukan kewenangan utama dari Notaris adalah untuk membuat akta autentik sehingga dengan demikian akta yang dibuat oleh Notaris dalam kedudukannya tersebut memperoleh sifat akta autentik, seperti yang di maksud dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Jabatan notaris merupakan suatu lembaga yang diciptakan oleh negara. Suatu lembaga yang dibuat atau diciptakan oleh negara, baik kewenangan atau materi muatannya tidak berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, delegasi atau mandate. Melainkan berdasarkan wewenang yang timbul dari freis ermessen yang dilekatkan pada administrasi negara untuk mewujudkan suatu tujuan yang dibenarkan oleh hukum (Beleidsregel).
Seorang Notaris dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sudah semestinya dapat mempertanggung jawabkan setiap tindakan ataupun perbuatan yang dilakukan, hal tersebut bukan saja dilaksanakan untuk menjaga nama baiknya tetapi juga menjaga kehormatan dan nama baik dari lembaga kenotariatan sebagai wadah dari para Notaris-Notaris di seluruh Indonesia. Berkenaan dengan hal tersebut maka oleh UUJN, diatur tentang kewajiban Notaris dalam Pasal 16 yang menyatakan bahwa :
1. Dalam menjalankan jabatannya, Notaris berkewajiban : a) bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum; b) membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris; c) mengeluarkan Grosse Akta, Salinan Akta, atau Kutipan Akta berdasarkan Minuta Akta; d) memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini, kecuali ada alasan untuk menolaknya; e) merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain; f) menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku yang memuat tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak dapat dimuat dalam dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah Minuta Akta, Bulan, dan tahun pembuatannya pada sampul setiap buku; g) membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak diterimanya surat berharga; h) membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan waktu pembuatan akta setiap bulan; i) mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf h atau daftar nihil yang berkenaan dengan wasiat ke Daftar Pusat Wasiat Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang kenotariatan dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama setiap bulan berikutnya; j. mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada setiap akhir bulan; k. mempunyai cap/stempel yang memuat lambang negara Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan; l) membacakan akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris; m) menerima magang calon Notaris.
2. Menyimpan Minuta Akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak berlaku, dalam hal notaris mengeluarkan akta dalam bentuk originali.
3. Akta originali sebagaimana dimaksud dalam pada ayat (2) adalah akta : a) pembayaran uang sewa, bunga, dan pensiun; b) penawaran pembayaran tunai; c) protes terhadap tidak dibayarnya atau tidak diterimanya surat berharga; d) akta kuasa; e) keterangan kepemilikan; atau f) akta lainnya berdasarkan peraturan perundang- undangan.
4. Akta originali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibuat lebih dari 1 (satu) rangkap, ditandatangani pada waktu, bentuk, dan isi yang sama, dengan ketentuan pada setiap kata tertulis kata-kata “berlaku sebagai satu dan satu berlaku untuk semua”.
5. Akta originali yang berisi kuasa yang belum diisi nama penerima kuasa hanya dapat dibuat dalam 1 (satu) rangkap.
6. Bentuk dan ukuran cap/stempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k ditetapkan dengan peraturan Menteri.
7. Pembacaan akta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l tidak wajib dilakukan , jika penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap telah membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isinya, dengan ketentuan bahwa hal tesebut dinyatakan dalam penutup akta serta dalam setiap halaman Minuta Akta diparaf oleh penghadap, saksi, dan Notaris.
8. Jika salah satu syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf l dan ayat (7) tidak dipenuhi, akta yang bersangkutan hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan.
9. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak berlaku untuk pembuatan akta wasiat.
Notaris dalam menjalankan jabatannya tidak bisa dilepaskan dari ketentuan dasar dalam pasal-pasal tersebut diatas yang mengatur mengenai kewenangan dan jabatan Notaris. Bila hal tersebut tidak diterapkan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya, maka sudah dapat dipastikan Notaris tersebut sangat rawan dan dekat dengan pelanggaran jabatan dan dapat berakibat pada keabsahan ataupun keautentikan dari akta yang dibuatnya maupun pada dirinya sendiri yang dapat dikenakan sanksi akibat perbuatannya tersebut.
Kewajiban-kewajiban Notaris disertai pula dengan larangan - larangan bagi Notaris dalam menjalankan jabatannya sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 17 UUJN, sebagai berikut : 1) menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; 2) meninggalkan wilayah jabatannya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; 3) merangkap sebagai pegawai negeri; 4) merangkap jabatan sebagai pejabat negara; 5) merangkap jabatan sebagai advokat; 6) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah atau Badan Usaha Swasta; 7) merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris; 8) menjadi Notaris pengganti; atau 9) melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan Notaris. Larangan-larangan tersebut dimaksudkan untuk menjamin kepentingan masyarakat yang memerlukan jasa Notaris. Selanjutnya, larangan dalam ketentuan Pasal 17 huruf a UUJN dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan sekaligus mencegah terjadinya persaingan tidak sehat antar Notaris dalam menjalankan jabatannya. Salah satu upaya dalam mencegah persaingan tersebut, Notaris hendaknya memperhatikan ketentuan mengenai honorarium yang merupakan hak Notaris atas jasa hukum yang diberikan sesuai dengan kewenangannya (Pasal 36 UUJN) dengan tidak memungut biaya yang terlampau murah dibanding rekan-rekan Notaris lainnya, namun dengan tetap melaksanakan kewajiban dalam memberikan jasa hukum di bidang kenotariatan secara cuma-cuma kepada orang yang tidak mampu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 37 UUJN.
Berkaitan dengan kedudukan dan wilayah jabatan Notaris, Pasal 18 UUJN menyatakan bahwa Notaris mempunyai tempat kedudukan di daerah kabupaten atau kota, dan mempunyai wilayah jabatan meliputi seluruh wilayah propinsi dari tempat kedudukannya. Selanjutnya Pasal 19 Ayat (1) UUJN menyatakan, bahwa Notaris wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya. Notaris tidak berwenang secara teratur menjalankan jabatan di luar tempat kedudukannya (Pasal 19 Ayat (2) UUJN). Dengan demikian Notaris hanya mempunyai satu kantor, Notaris dilarang mempunyai kantor cabang, perwakilan, dan/atau bentuk lainnya, sehingga akta Notaris sedapat-dapatnya dilangsungkan di kantor Notaris kecuali perbuatan akta-akta tertentu, misalnya Akta Risalah Rapat. Selain sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 17 UUJN, mengenai larangan bagi Notaris juga diatur dalam Pasal 18 Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 Tentang Kenotarisan (selanjutnya disebut Kepmenkeh Nomor M- 01.HT.03.01 Tahun 2003), Notaris dilarang : 1) membuka kantor cabang atau mempunyai kantor lebih dari satu; 2) melakukan tindakan atau perbuatan yang dapat merendahkan martabat jabatan Notaris; 3) meninggalkan daerah kerja lebih dari tiga hari, kecuali ada izin dari Pejabat yang berwenang atau dalam keadaan cuti. 4) mengadakan promosi yang menyangkut jabatan Notaris melalui media cetak maupun media elektronik; 5) membacakan dan menandatangani akta di luar wilayah kerja Notaris yang bersangkutan: 6) menyimpan protokol setelah Notaris yang bersangkutan diberhentikan oleh Menteri; 7) merangkap jabatan sebagai ketua atau anggota lembaga tinggi negara tanpa mengambil cuti jabatan. 8) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah, pegawai swasta; 9) merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akta tanah di luar wilayah kerja Notaris. 10) menolak calon Notaris magang di kantornya.
Berdasarkan ketentuan peralihan Pasal 86 UUJN, Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan jabatan Notaris tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini. Kepmenkeh Nomor M-01.HT.03.01 Tahun 2003 merupakan salah satu peraturan pelaksanaan yang dimaksud, salah satu yang sudah diganti adalah mengenai larangan meninggalkan daerah kerja lebih dari tiga hari, sekarang berdasarkan Pasal 17 UUJN, adalah 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah meninggalkan wilayah jabatan.
No comments:
Post a Comment