Cerpen BATU PENGANTIN & BELALANG TENEKOL

BATU PENGANTIN
            Pada jaman dahulu ada sepasang pengantin yang baru saja menyelesaikan upacara kawin adat. Mereka berdua mandi di tepi sungai. Tiba-tiba ada seekor katak yang naik ke pangkuan pengantin perempuan. Melihat itu, dengan bercanda pengantin laki-laki bilang “hai katak, aku saja belum kok kamu sudah berada dipangkuannya?”. Lalu mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Setelah itu, tiba-tiba turunlah hujan lebat yang disertai petir. Jadilah mereka batu. (Salam Sarman, 15 Mei 2011)
*** batu pengantin ada di tepi sungai, di kampung baru Kuala Rosan.

BELALANG TENEKOL
Ada seorang demia yang sedang pergi merumput, demia itu menemukan seekor belalang tenekol. Ia menangkap belalang itu dan membawanya pulang. Setibanya di rumah, bapaknya akan pergi berlayar. Sebelum berangkat, bapaknya berpesan kepada demia “ nong, nanti hati belalangnya ditinggalkan untuk mamak”, demia menyanggupi pesan bapaknya. Kemudian bapaknya pun pergi berlayar.
Demia mulai memasak belalang. Hati belalang, disisipnya ke atap sesuai dengan pesan bapaknya. Tetapi adiknya terus menangis meminta hati belalang tadi.. Demia kasihan kepada adiknya, akhirnya diambillah hati belalang tadi dan dikasih ke adiknya. Sepulang mamaknya pergi, bertanyalah ibunya. “Nong, mana hati belalang untuk mamak?” tanya mamaknya. Demia menjawab apa adanya, “habis mak, tadi adik nangis terus”.
Setelah mendengar jawaban demia, mamaknya kasih susu ke adiknya, ditimang, dipangku, diciumnya anaknya itu. Lalu mamaknya pergi ke sungai dengan membawa bambu untuk masak beras. Sekian lama menunggu mamaknya pulang, anaknya yang kecil mau menyusu dan terus menangis. Demia menjemput mamaknya di sungai. “mak, pulang umak, demia bukan aku lapar nasi, demia bungsu lapas susu” pinta demia kepada mamaknya. Mamaknya menjawab “mak umak, ndak mau umak pulang, bo anak mak komponan belalang tenekol”. Badan mamak demia sudah tenggelam setengah badan ke dalam batu ganguk. “Mak, pulang umak, demia bukan aku lapar nasi, demia bungsu lapar susu” demia mengulangi meminta mamaknya pulang, dan mamaknya kembali menjawab “mak umak, ndak mau umak pulang, bo anak mak komponan belalang tenekol”. Kemudian badan mamak demia masuk seluruhnya ditelan batu ganguk. Demia dan adiknya pun pulang ke rumah sambil terus menangis,
Bapaknya datang dari berlayar dan melihat kedua anaknya menangis. “kenapa kalian berdua menangis?” tanya bapaknya kepada demia. “Mamak sudah ditelan batu beganguk, komponan hati belalang tenekol” jawab demia. Bapaknya terkejut, dan berusaha menenangkan kedua anaknya. “Kalian berdua diam, nanti bapak yang akan mengambil mamak lagi” kata bapaknya. Diambil oleh bapaknya kapak dan palu, dan pergilah bapak ke batu ganguk. Ketika sampai, badan mamak demia sudah tidak tampak. Hanya ada batu beganguk itu sendiri. Bambu dan beras yang dibawa mamak tadi masih saja tetap disitu. Lalu diambil oleh bapak kapak, dikapaknya batu itu dan batu itu terbelah. Dilihatnya berkapar tulang istrinya. Diambil oleh bapak tulang istrinya dan dicuci. Tulang istrinya itu dibawa pulang ke rumah
Sesampainya di rumah, tulang istrinya tadi ditumbuknya sampai halus jadi tepung. Kemudian, bapaknya mengambil bambu patah bergoyang, diisinya dengan air sungai berulang-ulang[1]. diambilnya kencur ulang, jerengau ulang, lalu dimasaknya ke dalam bambu itu (patah bergoyang). Ditetes ke kaki lalu berkaki, ke lutut jadi lutut, perut jadi perut, dada jadi dada, tangan lalu bertangan, ke kepala lalu berkepala. Tetes ke hidung lalu berhidung, tetes ke mulut, lalu mamak itu menguap. “Aham.. tidak nyaman tidur siang nyaman tidur malam”. Suaminya menjawab, “kamu bukan tidur tetapi kamu mati ditelan batu ganguk. Menyadari apa yang terjadi, mamak demia langsung mengambil kedua anaknya dan digendong, dipeluk, si bungsu disusunya, kemudian masak nasi dan sayur untuk anak dan suaminya. (Maria Cos, 21 Juni 2011)
***komponan adalah bencana yang menimpa seseorang karena orang itu tidak cempalik, yaitu memakan sesuatu yang ditawarkan oleh orang. Jika apa yang diberikan oleh orang lain tadi gagal dimakan, maka orang itu akan komponan. Minimal adalah menyentuh apa yang ditawarkan tadi. Cempalik ini masih sangat kuat dipercaya oleh orang Dayak Kancing’k, begitu juga oleh orang Melayu di Kuala Rosan.

No comments:

Post a Comment