Diplomasi Kebudayaan
1. Arti Diplomasi Kebudayaan : Syarat penting untuk mendekatkan dua bangsa dan negara yang terikat dalam suatu hubungan diplomatik adalah meningkatkan.usaha-usaha untuk saling mengenal kebudayaan masing-masing. Pengaruh kebudayaan niscaya tidak hanya sepihak saja, melainkan merupakan suatu rangkaian pengarah yang timbal balik, Peranan kebudayaan sering lebih menonjol dari segi-segi lain seperti politik, ekonomi, militer, dan sebagainya.Menjalankan diplomasi kebudayaan berarti dengan sengaja dan terarah (purposefully) menanamkan, mengembangkan dan memlihara citra Indonesia di luar negeri sebagai bangsa dan negara yang berkebudayaan tinggi: menanamkan bilamana citra yang baik belum ada, mengembangkannya di mana telah ada usaha untuk menumbuhkan citra tersebut, dan memeliharanya apabila di suatu tempat telah lahir suatu citra yang baik mengenai kebudayaan Indonesia.
1. Arti Diplomasi Kebudayaan : Syarat penting untuk mendekatkan dua bangsa dan negara yang terikat dalam suatu hubungan diplomatik adalah meningkatkan.usaha-usaha untuk saling mengenal kebudayaan masing-masing. Pengaruh kebudayaan niscaya tidak hanya sepihak saja, melainkan merupakan suatu rangkaian pengarah yang timbal balik, Peranan kebudayaan sering lebih menonjol dari segi-segi lain seperti politik, ekonomi, militer, dan sebagainya.Menjalankan diplomasi kebudayaan berarti dengan sengaja dan terarah (purposefully) menanamkan, mengembangkan dan memlihara citra Indonesia di luar negeri sebagai bangsa dan negara yang berkebudayaan tinggi: menanamkan bilamana citra yang baik belum ada, mengembangkannya di mana telah ada usaha untuk menumbuhkan citra tersebut, dan memeliharanya apabila di suatu tempat telah lahir suatu citra yang baik mengenai kebudayaan Indonesia.
Untuk membawakan citra Indonesia sebagai negara dan bangsa yang berkebudayaan tinggi, maka diperlukan kemampuan untuk mengadakan seleksi dari perbendaharaan kebudayaan kita.Diplomasi kebudayaan tidak dapat dipisahkan dari pada keseluruhan usaha diplomasi yang sedang dijalankan pemerintah, yang pada hakekatnya bertujuan untuk memperkuat posisi nasional dan internasional negara dan bangsa. Dengan melaksanakan diplomasi kebudayaan ins kita mengharapkan akan dapat dipupuk saling pengertian, baikantara pemerintah RI dengan pemerintah asing maupun antara masyarakat keduanegara bersangkutan.
Tulus Warsito dan Wahyuni Kartikasari menjelaskan bahwa
"Diplomasi kebudayaan adalah usaha-usaha suatu negara dalam upaya memperjuangkan kepentingan nasionalnya melalui dimensi kebudayaan, termasuk di dalamnya adalah pemanfaatan bidang-bidang ideology,
teknologi, politik, ekonomi, militer, sosial, kesenian dan Iain-lain dalam pencaturan masyarakat internasional".
Kebudayaan secara makro atau dalam kepentingan umum berarti segala hasil dan upaya manusia terhadap lingkungan.
Tujuan diplomasi dibagi empat hal, yaitu : politik, ekonomi, budaya. Dan ideologi. Kegiatan mengirimkan delegasi dalam misi kebudayaan adalab untuk mesnamerkan keagungan kebudayaan suatu negara dan apabila mungkin untuk rnempengarahi pendapat umum negara lain atau dunia internasional.40Hal mi merupakan tujuan diplomasi dari segi budaya dan politik. Diplomasi kebudayaan dalam hal ini diartikan sebagai suatu sistem pelaksanaan diplomasi yang menggunakan pendekatan kebudayaan sebagai sarana bantu untuk mencapai suatu sasaran dan tujuan. Menjalankan diplomasi kebudayaan berarti berusaha dengan sengaja dan terarah menanamkan, mengembangkan dan memelihara kebudayaan Indonesia di luar negeri sebagai bangsa yang berkebudayaan tinggi.
Pertukaran misi kebudayaan dalam bidang kesenian (pelukis, rombongan musik dan tari dan sebagainya), olahraga, atau ilmu pengetahuan merupakan salah satu upaya yang patut mendapat perhatian.Tetapi disamping itu pertukaran misi kebudayaan pada waktu sekarang sudah mulai dilaksanakan dan patut mendapatkan dorongan dan dukungan dari pemerintah. Apabila danameningkatkan, pertukaran semacam ini hendaknya diperluas dan mencakup pula kelompok-kelompok masyarakat yang lain, seperti rombongan pengrajin, pengusaha wiraswasta kecil, guru, peneliti, dan sebagainya.
Pelaksanaan diplomasi kebudayaan di luar negeri selain ditujukan kepada masyarakat asing, juga diarahkan kepada masyarakat Indonesia di luar negeri.Dengan demikian kesadaran kebudayaan dan kepribadian nasional dapat ditingkatkan dan dipelihara. Dalam hal ini perlu ada program yang direncanakan dengan baik Anggota masyarakat Indonesia tidak semua akrab dengan corak-corak kebudayaan negara yang disajikan kepadanya, malahan tidak mustahil mereka lebih tertarik kepada kebudayaan negara lain yang menjadi tempat mereka bermukim. Di lain pihak ada penduduk negara tertentu yang keturunan Indonesia tetapi yang oleh perkembangan sejarah telah menjadi warga negara lain. Walaupun secara politik mereka telah melepaskan ikatannya, namun secara kultural banyak diantara mereka masih cenderung berorientasi ke Indonesia, hal mana tentu dapat dimanfaatkan dalam usaha-uasaha kita menjalankan diplomasi kebudayaan.
Pembinaan kebudayaan dalam keadaan demikian, memerlukan perencanaan yang baik pula.Perlu diadakan perbedaan pendekatan terhadap, misalnya masyarakat Indonesia yang terdiri dari pegawai kedutaan dan mahasiswatugas belajar beserta keluarganya, dan Iain-lain. Masing-masing mempunyai sub culture tersendiri yang memerlukan pula pendekatan yang khusus, namun masing-masing mereka jika menjalankan pendekatan dan pembinaan kebudayaan yang baik dapat menjadi duta-duta informal dalam bidang diplomasi kebudayaan.
Perbedaan pendekatan berlaku pula bagi usaha-usaha diplomasi kebudayaan di berbagai negara. Dalam hubungan ini perlu kita pelajari dan mengenal kebudayaan asing setempat, karena dengan demikian barulah kita mengetahui jenis-jenis kebudayaan apa yang cocok di satu negara yang belum tentu dapat diterapkan di negara yang lain.Oleh sebab itu studi-studi kebudayaan asing pun hendaknya ditingkatkan, baik oleh sarjana-sarjana yang berminat, maupun oleh petugas-petugas perwakilan kita di luar negeri.Pengetahuan yang mendalam tentang kebudayaan asing bisa merupakan modal besar untuk merencanakan dan merumuskan program-program yang harus mendapat proritas dalam kegiatan diplomasi kebudayaan di suatu negara
tertentu.
Dalam melakukan misi kebudayaan yang berupa festival jelas bukan merupakan sarana estetik yang bersifat hiburan, tetapi lebih menekankan pada misi diplomatik yang bertujuan untuk lebih meningkatkan citra bangsa dan negara Indonesia sebagai bangsa yang berbudaya dengan kekayaan nilai dan maknanya yang utuh.Dengan demikian, jelas bahwa festival ini menjadi sarana berdialog bagi pengembangan pemahaman antar bangsa sehingga dapat dikembangkan posisi saling pengertian yang lebih baik.
Sebagai sarana kesatuan, Indonesia memiliki keragaman budaya yang telah menjadi tradisi dari beragam suku diberbagai di Indonesia.Keragaman budaya tersebut memberikan warna keselumhan yang lebih dinamis bagi budaya bangsa Indonesia sesuai dengan semboyan bangsa, "Bhineka Tunggal Ika".Beragam budaya yang tercermin didalam beragam karya seni dan adat istiadat daerah benar-benar merupakan suatu kekayaan yang bisa dibanggakan karena tak banyak bangsa di dunia ini yang memilikinya.Sebagai sarana diplomasi, maka festival kebudayaan Indonesia di luar negeri harus benar-benar mampu rnenyajikan materi yang merupakan hasil atau manifestasi budaya yang cukup memadai dalam mencapai tujuannya.
Beragam jenis seni tradisi dan kontemporer di Indonesia bisa disajikan seeara Utah dengan tetap diwarnai oleh Bhineka Tunggal Ika Indonesia, guna mencapai tujuan yang ingin dicapai oleh aktivitas festival kebudayaan Indonesia di luar negeri dengan mempertimbangkan tradisi budaya dan selera apresiasi seni warga masyarakat negara-negara lain. Konotasi kesenian disini merupakan transformasi dari bingkai diplomasi seni budaya yang disiapkan dapat memberikan citra keadihn dalam hubungan antar bangsa, dengan kesadaran menempatkan setiap bangsa berada sejajar, berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Keindahan karya seni merupakan ujung tombak untuk menciptakan dialog budaya yang dapat menyejukkan hati dari pada pelakunya.
Diplomasi dan komunikasi antar bangsa mempunyai implikasi akan adanya pertemuan antar budaya yang terwujud sebagai satu pola hubungan yang bersifat inter-subyektif dan intermanipulatif. Oleh karenanya pertemuan antar budaya itu harus dipandang sebagai peristiwa yang tidak bebas nilai.Pada semuapihak yang terlibat berlaku satu sistem nilai, apakah itu terkait pada sistem kepercayaan, sistem kemasyarakatan, sistem politik dan kenegaraan, atau nilai-nilai lain yang hidup dan dihayati oleh pihak itu.
Karya seni yang dimunculkan memberikan sifat-sifat yang khas dari ciri dasar siplomasi kebudayaan yang terwujud sebagai satu model yang dibangun meialui matra kebudayaan Indonesia, yang secara hakiki merefleksikan sifat Tunggal Ika ( Unity) dan Bhineka ( Diversity) sesuai dengan karakteristik faktual kebudayaan di Indonesia. Diplomasi yang bercirikan Indonesia itu mempunyai sasaran ganda, yaitu sasaran keluar dan sasaran kedalam. Sasaran keluar pada hakekatnya ditunjukan pada bangsa lain, sehingga dengan demikian bangsa-bangsa lain itu dapat melihat suatu kekhasan dari diplomasi dalam upaya untuk menanamkan, mengembangkan dan memelihara citra Indonesia di luar negeri sebagai bangsa yang berkebudayaan tinggi. Sehingga dengan demikian seluruh atau sebagian besar orang Indonesia merasakan sutu kebanggaan dan mau mengidentifikasikan diri sebagai satu kesatuan.
Sistem kebijakan luar negeri Indonesia mengenal diplomasi kebudayaan bukan sebagai sebuah cabang ilmu diplomasi yang masih sangat baru, akan tetapi media kerjasama ini telah berkembang dengan memanfaatkan
transformasi nilai -nilai kebudayaan yang ada. Sebelumnya model kerjasama seperti ini hanyadibatasi dalam pengertian alat untuk mengelolah hubungan antar bangsa dan menganggap kebudayaan hanya pada sebataskesenian (bersifat mikro). Namun seiring dengan adanya perkembangan dalam tatanan hubungan antar negara maka diplomas! kebudayaanpun kini mengalami asimilasi sehingga bersifat makro yang menganggap bahwa esensi kebudayaan dalam gaya berdiplomasi semakin luas sampai dengan nilai - nilai ideologi, nasionalisme ataupun globalisasi. Transformasi politik pemerintahan yang pernah melanda republik Indonesia dari corak sistem pemerintahan otoriter sejak tahun 1998 kini menjadi tanggungjavvab negara untuk menekankan politik pencitraan sebagai suatu basis kekuatan untuk melakukan diplomasi Internasional.Sebagai negara bekas rezim otoriter Indonesia pun kini memiliki agenda strategis untuk memperoleh pengakuan sebagai negara dengan sosok baru yang lebih demokratis di mata internasional sehingga dapat diterima dalam pergaulan dunia.Misalnya saja politik pencitraan yang dilakukan Indonesia sebagai langkah strategis untuk memberikan kepercayaan dan citra positif terhadap negara-negara mitra kerjasama Indonesia seperti negara New Zealand dan Fiji.
Diplomasi kebudayaan nasional yang dilakukan Indonesia dewasa ini memerlukan manajemen modern dengan melibatkan partisipasi aktif dan menyeluruh dari kalangan masyarakat. Peran diplomasi kebudayaan bagi Indonesia disinyalir bahwa diplomasi media ini tidak kalah pentingnya dengan operasi militer, bahkan dalam kondisi seperti saat sekarang ini di tengah kebijakan soft power, maka diplomasi kebudayaan sangat penting dalam membina hubungan antar negara, Diplomasi kebudayaan yang digencarkan Indonesi tahun inidinilai semakin aktif karena diplomasi kebudayaan akan berdampak langsung terhadap pengaruh sosial dan
ekonomi yang dapat bersifat jangka panjang.
Sebagai salah satu institusi negara yang berperan sekaligus bertanggungjawab menanangani bidang public relation antar negara - negara dimana, Departemen Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) memegang peran
penting dalam alur sistemik diplomasi kebudayaan.Institusi yang memiliki visi dan misi untuk mewujudkan Indonesia bersatu, aman, adil, demokratis dan sejahtera untuk meningkatkan citra Indonesia di masyarakat Internasional melalui pengoptimalan peran informasi.Selain itu upaya yang dilakukan sebagai salah satu sasaran kebijakan dari kemenlu adalah mengoptimalkan diplomasi sosial budaya dan diplomasi kemanusiaan, dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dalam rangka pelaksanaan diplomasi total, melaksanakan diplomasi publik dalam implementasi kebijakan politik luar negeri Indonesia.
Mengetahui akan pentingnya peran serta elemen masyarakat (civil society) serta aktor non - pemerintah {non-state actors) dalam level hubungan diplomasi publik maka kebijakan dari kementerian luar negeri akhirnya memutuskan untuk membentuk Direktorat Diplomasi Publik. Direktorat
Diplomasi Publik Departemen Luar Negeri RJ pertama kali dibentuk berdasarkan surat keputusan menteri luar negeri RI nomor 053/OT7TI/2002/01, tanggal 1 Februari 2002 tentang organisasi dan tata kerja departemen luar negeri. Pada tahun 2005 organisasi dan tata kerja departemen luar negeri diperbaharui berdasarkanperaturan menteri luar negeri No. 02/A/OT/VIII/2005/01 tahun 2005, tanggal 19 Agustus 2005.45 Direktorat diplomasi publik berada dalam lingkup direktorat jenderal informasi, diplomasi publik, dan perjanjian internasional. Mempunyai tugas untuk melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik di bidang diplomasi publik mengenai kebijakan politik luar negeri kepada publik di dalam dan luar negeri di bidang politik, keamanan, ekonomi, pembangunan, sosial budaya, serta isu-isu aktual dan strategis. Seperti peran yang dijalankan Direktorat Diplomasi Publik dalam mendukung politik luar negeri antara lain46 :
(a) Pemberdayaan kaum moderat Indonesia
(b)Memajukm people to people contact
(c)Diseminasi informasi mengenai politik luar negeri
(d)Merangkul dan mempengaruhi publik dalam dan luar negeri
(e)Mengumpulkan saran dan masukan bagi pelaksanaan politik luar
Keterlibatan akan komponen masyarakat terkait hubungan diplomasi kebudayaan yang dilakukan Indonesia terhadap negara New Zealand dan Fiji di era globalisasi serta perkembangan teknologi, komunikasi dan informasi, sudah seperti menjadi suatu keharusan karena tingkat kompleksitas masalah diplomasi di era globalisasi tidak seluruhnya dapat dikoordinir oleh para pembuatkebijakan. Keterlibatan oleh mereka para ahli dalam menekuni diplomasi Publik (kebudayaan) yang berada di luar jalur pemerintah atau yang disebut
sebagaimasyarakat epistemik (epistemic community) memang sangat dibutuhkan sebagai public realation dalam komunikasi budaya. Mereka yangterlibat dalam akti vitas media ini sebut saja Lembaga Swadaya Masyarakat(LSM), akedemisi (dosen), pengusaha, aktivis buruh, mahasiswa, organisasi swasta, pelajar, peneliti dan elemen masyarakat lainnya. Sumber masyarakat {societal sources) merupakan sumber yang berasal dari lingkup internal.Sumber polugri yang salah satunya mencakup faktor kebudayaan dan sejarah serta perubahan - perubahan opini publik. Penerapan akan diplomasi yang mencakup sektor kebudayaan sejarah ini meliputi nilai, norma, tradisi dan pengalaman masa lalu yang mendasari hubungan antar anggota masyarakat. Tetapi dalam realita saat ini bahwa hubungan kerjasama terhadap negara New Zealand dan Fiji terlebih pada bidang kebudayaan masih didominasi oleh masyarakat sipil maupun ornop (organisasi non pemerintahan) meskipun hanya dalam skala kecil.
Salah satu bentuk kegiatan diplomasi kebudayaan yang dilakukan mahasiswa Indonesia di New Zealand dan Fiji adalah menampilkan ragam kesenian seperti angklung, gamelan, berbagai tarian daerah, penjualan kuliner
dan cindera mata mewarnai perhelatan besar "Indonesian Fair 2012" yang diselenggarakan di Balai Kota Wellington, Minggu 14 Oktober 2012. Kegiatan semacam ini dilakukan untuk pertama kali dalam sepuluh tahun terakhir. Acara yang dihadiri sekitar 2000 pengunjung, diantaranya sejumlah anggota Parlemen Selandia Baru dan lebih 15 Duta Besar asing untuk Selandia Baru, memukau penonton sepanjang pertunjukan. Tari Kecak yang dimainkan puluhan mahasiswa Indonesia dari Palmerston North membuka acara, kemudian diikuti pagelaranangklung interaktif, tari kipas oleh pelajar Indonesia di Wellington, serta tari piring persembahan grup tari asuhan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia. Tema "Indonesian Fair 2012" tahun ini difokuskan pada upaya pemajuan bidang perdagangan, kuliner, budaya, dan turisme.Tahun lalu, lebih 16.000 wisatawan Selandia Baru berkunjung ke Indonesia.Mulai tahun 2012, perusahaan penerbangan Air New Zealand melakukan penerbangan langsung Auckland-Denpasar.Konon, sejauh ini lebih 85% kursi penerbangan tensi. Pengenalan budaya semacam ini sengaja
dilakukan Kedutaan Besar RI untuk Selandia Baru bekerja sama dengan organisasi masyarakat Indonesia setempat dalam upaya memperkokoh persahabatan kedua bangsa. Kegiatan ini sekaligus merupakan penguatan terhadap kerja sama ekonomi yang semakin positif sebagaimana ditandai meningkatnya investasi dan volume perdagangan kedua negara. Dalam akhir pertunjukan yang berlangsung empat jam disajikan tarian "Sajojo" dari Papua yang melibatkan penonton untuk berlenggang bersama. Pada Sabtu 20 Oktober
2012 mendatang, pagelaran yang sama akan diselenggarakan di kota Auckland.
Berbeda dari perhelatan "Indonesian Fair 2012" di Wellington, dua film Indonesia masing-masing "Garuda Di Dadaku" dan "Rurnah Tanpa Jendela" akan dipertunjukkan untuk khalayak di kota bisnis itu. Disamping itu,
serangkaian pertemuan para pebisnis juga akan digelar guna antara lain menjajagi peluang investasi Selandia Baru dalam bidang panas bumi di Indonesia. Acara ini merupakan tindaklanjut kunjungan Menteri Perdagangan RI ke Selandia Baru pada 11 Oktober 2012.47
Sedangkan di Fiji'Trom Indonesia with Love", itulah tajuk pagelaran seni dan budaya Indonesia yang diselenggarakan di dua kota Fiji yaitu Suva (5 November 2008) dan Lautoka (7 November 2008). Pagelaran yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar RI di Suva(KBRI Suva) ini menampilkan tari-tarian dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya Bali, Jawa, dan Sunda yang dibawakan oleh 14 peserta Beasiswa Seni dan Budaya Indonesia (BSBI) 2008 yang berasal Cook Islands, Fiji, Nauru, Samoa, Solomon Islands, Tonga, Tuvalu dan Vanuatu. Para peserta tersebut baru saja menyelesaikan program belajar mereka di Indonesia, yang ditandai dengan upacara penutupan oleh Menlu RI, Dr N. Hassan Wirajuda pada 31 Oktober 2008 di Taman Budaya Yogyakarta. Pada pagelaran di Suva, acara tersebut dihadiri oleh sekitar 700 undangan yang terdiri dari kalangan diplomatik, pejabat pemerintah Fiji,
seniman, pelajar dan mahasiswa, pemerhati budaya khususnya kebudayaan Indonesia, serta masyarakat umum. Selain tarian tradisional Indonesia, mereka juga dihibur dengan alunan musik angklung dan arumba, yang membawakan Jagu-lagu seperti Lopaloma, Lambada, Bengawan Solo, Isa Lei Lia (Fiji). Para undanganjuga berkesempatan untuk memainkan angklung secara interaktif.Sedangkan acara serupa di Lautoka pada 7 November 2008 diadakan dengan lingkup yang lebih terbatas namun tidak kalah menarik perhatian pengunjung.Selain itu, KBRI Suva juga telah menyelenggarakan "Workshop on Angklung and Arumba" pada 20-22 Oktober 2008 di Suva. Sebagaimana judulnya, para peserta diajarkan mengenai cara memainkan angklung dan membuat aransemen lagu. Workshop tersebut dipandu oleh tim musisi dari Saung AngklungUdjo (SAU) dan mendapat perhatian dan antuasiasme tinggi dari masyarakat dan para pecinta seni mengingat alat musiktradisional khas Indonesia ini sangat unik dan belum pernah dikenal masyarakat Fiji sebelumnya. Workshop tersebut juga diliput oleh sejumlah media elektronik maupun cetak Fiji. Workshop dan konser ini diselenggarakan oleh KBRI Suva dan melibatkan 60 peserta workshop terdiri dari mahasiswa dari Fiji Institute of Technology, University of the South Pacific dan Conservatorium of Music.
Kegiatantersebut merupakan perwujudan diplomas! seni dan budaya dengan tujuan untuk mendorong terciptanya saling pengertian antar masyarakat negara-negara Pacific Islands Forum (PIF) dan mempromosikan people-to-people contact antara masyarakat Fiji dan Indonesia sehingga tercipta saling pengertian untuk membangun hubungan yang lebih baik di tingkat masyarakat, sebagai salah satu dasar pemersatu hubungan antar negara dan pemerintahan.
2.Tujuan Diplomasi Kebudayaan
Pembangunan pariwisata memerlukan kebijakan dan perencanaan yang sistematis.sebagai contoh, pemerintah pada semua level terlibat dalam merapersiapkan infrastruktur, penggunaan tanah atau tata ruang, dan sebagainya. Untuk tercapainya sebuah perencanaan yang sistematis diperlukan sebuah proses perencanaan strategis (the strategic planning process). Menurut Richardson &Fluker (2004 : 241) 49 ,
umumnya perencanaan strategis dalam pariwisata terdiri dari beberapa tahapan, yaitu :
1. Menentukart bisnis/usaha apa yang akan diraasuki, yang biasanya dicirikan oleh misi organisasi yang tergantung pada jenis usaba yang dimasuki. Misi organisasi mungkin dapat dilihat dan diketahui dengan mudah tetapi misi organisasi terkadang tidak dapat secara ekplisit dikenali. Misalnya sebuah hotel dalam misi
perusahaannya tetapi memaksimalkan pengembalian aset dan menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan untuk para pemegang saham. Biasanya untuk organisasi pemerintah dengan audiens yang berbeda yang akan diyakinkan, mempunyai misi yang jelas, misalnya untuk mengakselerasi pertumbuhan sosial ekonomi jangka panjang yang berkelanjutan dari industri pariwisata bagi negara.
2. Menentukan tujuan organisasi yang akan dicapai, yang merupakan tujuan organisasi seperti penguasaan pasar yang melibatkan pengenalan produk bam.
Tujuan organisasi haruslah mempunyai jangka waktu yang mengindikasikankapan tujuan tersebut akan diwujudkan. Hal iniakanmemberikan kerangka waktu, menetapkan tujuan jangka pendek, dan strategi pencapaian serta tindakan yang diperlukan.
3. Mengevaluasi potensi pasar, merupakan proses cepat untuk mengidentifikasikan pasar potensial dan rnemuaskan penanam modal bahwa terdapat pasar pariwisata yang potensial yang menyebabkan proses selanjutnya layak dilakukan.
4. Pilih lokasi wisata yang cocok. Lokasi yang diplih harus dilakukan dengan hati - hati dan dikaitkan dengan ketersediaan infrastruktur seperti ketersediaan jalan, listrik, air, atraksi wisata yang tersedia dan pesaing. Keberadaan proyek harus dapat memanfaatkan keunggulan destinasi lokal menarik esalon konsumen. Lokasi yang diplih juga menyangkut pada keberadaannya yang dapat dipastikan tidak ada masalah yang menyangkut apa yang boleh dan apa yang tidak boleh terkait dengan rencana pembangunan fasilitas pariwisata. Disamping itu perlu dijalin komunikasi dengan masyarakat lokal, biro hukum, arsitek termasuk kompetitor.
5. Aksesibilitas. Pengembangan pariwisata sebagai sebuah sistem, faktor aksebilitas, baik berupa perencanaan perjalanan, penyediaan informasi mengenai rute dan destinasi, ketersediaan sarana transportasi, akomodasi, ataupun kemudahan lain untuk mencapai destinasi menjadi penentu berhasilnya peluang pengembangan destinasi. Aksebilitas juga menyangkut manajemen informasi kawasan pengembangan bagi calon wisatawan mengingat keumkan destinasi. Akses informasi bisa dari mulut ke mulut, dari keluarga ke teman, buku - buku pariwisata, brosur, tabloid, iklan, internet dsb. Dalam tourism opportunity spectrum semakin mudah aksesibilitas kedestinasi pariwisata maka semakin besar peluang
keberhasilan penegrribangannya.
6 Kompabilitas dengan kegiatan lain. Keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata sangat ditentukan oleh kompabilitasnya terhadap aktivitas lain yang mendukung di kawasan pengembangan. Sifat interdendensi, baik sumber daya maupun dampak suatu kegiatan di suatu kawasan terhadap kawasan lain, menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata. Yang perlu diperhatikan adalah sampai level mana sebuah kawasan pengembangan dapat mempengaruhi kawasan lain dan kondis?.yang bagaimana yang paling optimal dan baik untuk menunjang kawasan pengembangan. Beberapa aktivitas dapat berdampak langsung, seperti penebangan hutan, pembuangan lirnbah, penangkapan ikan dan pengambilan terumbu karang dan sebagainya. Sebab semakin tinggi dearajat kompabilitas pengembangan destinasi pariwisata maka semakin besar pengembangan.
7 Karakteristik sarana pariwisata. Penyediaan sarana pariwisata sangat menentukan peluang pengembangan sebuah destinasi pariwisata. On-site management, penataan sarana pariwisata, termasuk di dalamnya pengadaan fasiivtas baru, penanaman atau introduksi vegetasi, akomodasi, tempat perbelaryaan, fasilitas
hiburan, serta penataan akses lalu lintas ke kawasan, ;angat menentukan keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata. Pembangunan sarana pariwisata ini memerlukan modifikasi kawasan destinasi yang bisa saja berakibat sangat kompleks. Penyediaan sarana yang mempunyai karakteristik tidak sesuai dengan
ekosistem dansifat alamiah destinasi mungkin akan memperkecil peluang keberhasilan pengembangan destinasi pariwisata tersebut.
Interaksi sosial. Kedatangan wisatawan pada suatu destinasi wisata, apalagi destinasi yang mengandalkan sumber daya alam dan kehidupan ekosistem sebagai atraksi utamanya, mempunyai potensi untuk merusak keseimbangan ekosistem tersebut. Dalam derajat tertentu, ekosistem sosial dan ekosistem alamiah yang akan terpengaruhi. Konsekuensinya, eksistensi kawasan tersebut akan selalu dalam ancaman degradasi kualitas. Dalam sistem kepariwisataan, ada dua kondisi interaksi manusia yang harus dipertimbangkarL Pertama, interaksi manusia dengan lingkungan/ekosistem yang mempengaruhi ekosistem alam. Kedua, interaksi antara wisatawan dengan komunitas lokal yang dapat mempengaruhi ekosistem sosial.
Interaksi ini dapat berupa adaptasi atau peningkatan kadar gangguan yang dirasakan oleh komunitas lokal seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan yang melampaui ambang batas atau daya dukung sosial, Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan social dan ekonomi, dimana pada awalnya hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang , kini bahkan telah menjadi hak asasi seseorang sebagaimana dinyatakan oleh John Naisbitt bahwa where once travel was considered a privilege of the moneyed elite, now it is considered a basic human right50. Negara Indonesia yang dikenal sebagai negeri 1001 pulau, merupakan sebuah julukan yang menggarabarkan bagaimanakaraterisitikIndonesia dari segi geografisnya. Secara mutlak bahwa wilayah Indonesia yang membentang sejauh 3.977 mil 51 dari wilayah Pulau Sumatera hingga ke dataran Papua memperlihatkan pula nilai dari aset - aset yang dimiliki oleh negara ini. Hal ini juga tidak terlepas dari kekayaan kultur dan budaya yang dimiliki hinggatersebar di seluruh bagian pelosok nusantara.
Cara berpikir sistem pada sektor pariwisata adalah melihat pariwisata sebagai satu aktivitas yang jauh lebih kompleks, dapat dipandang sebagai suatu sistem yang lebih besar, memiliki berbagai komponen, seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, budaya dan seterusnya. Melihat pariwisata sebagai suatu sistem berarti bahwa adanya analisis mengenai berbagai aspek kepariwisataan tidak bisa dilepas dan subsistem yang lain karena adanya hubungan saling ketergantungan dan saling terkait {interconnectedness). Sebagai sebuah sistem antarkomponen dalam sistem tersebut terjadi hubungan interdepndensi yang berarti bahwa peruhahan salah satu subsistem akan menyebabkan terjadinya perubahan pada sistem yang lain sehingga didapatkan harmoni yang baru.
No comments:
Post a Comment