Pelayanan Publik atau Pelayan Umum

Pelayan publik atau pelayanan umum dapat didefinisiakan sebagai segala bentuk jasa pelayanan baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di daerah, dan lingkungan Badang Usaha Milik Negara/Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelasanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, dikemukakan oleh ratminto dan Winarsih (2007:5).
Menurut Kristiadi (1999:27) kebijakan pelayanan umum yang baik teridri dari : Pelayanan yang mencakup indikator-indikator pelayanan yang cepat dan tepat, pelayanan langsung bagi pelayanan yang sifatnya sesaat, memiliki pedoman informasi pelayanan yang trasnparan, menempatkan petugas yang profesional, ada kepastian biaya, menerapkan pola pelayanan terpadu (satu atap) dan melakukan survey atas layanan yang diberikan.
Program pelayanan kepada pelanggan dengan bertitik tolak dari konsep kepedulian kepada konsumen terus berkembang hingga menjadi suatu alat utama dalam melakukan strategi pemasaran. Kepedulian kepada pelanggan dalam manajemen modern telah dikembangkan menjadi suatu pola pelayanan terbaik yang disebut sebagai pelayanan prima. Pelayanan prima yang dikemukakan oleh Barata (2003:27) adalah “kepedulian kepada pelanggan dengan memberikan layanan terbaik untuk memfasilitasi kemudahan pemenuhan
kebutuhan dan mewujudkan kepuasannya, agar mereka selalu loyal kepada organisasi/perusahaan”.

Jika keberhasilan suatu pelayanan prima tergantung kepada penyelarasan, kemampuan, sikap, penampilan, perhatian, tindakan dan tanggung jawab dalam pelaksanaannya. Selanjutnya menurut Johns (2003:450) mengatakan bahwa kunci untuk menciptakan rasa senang pelanggan masyarakat pelayanan yang diberikan berada satu langkah dari yang diharafkan pelanggan, yaitu dengan cara :
  • Meningkatkan standar lebih dari apa yang saat ini diharafkan oleh para pelanggan anda, sehingga mereka sungguh-sungguh menjadi puas daripada sekedar puas.
  • Memperkenalkan bentuk-bentuk baru costomer service sebelum adanya harapan pelanggan, melalui suatu proses yang dikenal secara luas sebagai pemasaran jasa.
Sehubungan dengan pelayanan kepada masyarakat, Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara (Mempan) telah mengeluarkan pedoman tata cara pelayanan umum, yaitu keputusan Menpan Nomor 81/KEP/M.PAN/71993 tentang pedoman tata cara pelayanan umum. Pedoman tersebut merupakan acuan umum bagi instansi pemerintah pusat dan daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Berdasarkan tata laksana yang mengandung unsur-unsur :
a. Kesederhanaan, dalam arti prosedur/tata cara pelayanan umum diselenggrakan secara mudah, lancar, cepat, tepat dan tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
b. Kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya kejelasan dan kepastian mengenai :
  1. Prosedur/tata cara pelayanan umum.
  2. Persyaratan pelayanan umum, baik teknik maupun administrasi.
  3. Unit Kerja dan atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum.
  4. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan/kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan pemprosesan pelayanan umum.
  5. Pejabat yang menerima keluhan masyarakat.
c. Keamanan dalam arti proses dan hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta memberikan kepastian hukum.
d. Keterbukaan, dalam arti prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat bertanggung jawab memberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan lain-lain yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami maka, baik diminta maupun tidak dimimta.

e. Efesiensi dalam arti :
  1. Persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan.
  2. Dicegah adanya pengulangan pemenuhan persyaratan, dalam hal proses pelayanannya mempersyaratkannya. Perlengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait.
f. Ekonomis dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan :
1) Nilai barang atau jasa pelayanan umum dan tidak memungut biaya tinggi diluar jangkauan kewajaran.
2) Kondisi dan kemampuan masyarakat untuk membayar secara umum.
3) Ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

g. Keadailan yang merata dalam arti cakupan/jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil.
h. Ketetapan waktu, dalam arti pelaksanaan pelayanan umum dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Setiap penyelenggara pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi atau penerima pelayanan.

Menurut Keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan, sekurang-kurangnya meliputi :
  • Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerim pelayanan termasuk pengaduan.
  • Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak sesaat pengajuan permihonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
  • Biaya pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan .
  • Produk pelayanan, hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
  • Sarana dan prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik.
  • Kompetensi petugas pemberi layanan harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan prilaku yang dibutuhkan.
Berdasarkan keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2004, untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan sebagai berikut :
  • Transparansi, bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara mamadai serta mudah dimengerti.
  • Akuntabilitas, dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan-perundangan.
  • Kondisional, sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang dengan prinsip efisiensi dan efektifitas.
  • Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
  • Kesamaan hak, tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan gender dan status ekonomi.
  • Keseimbangan hak dan kewajiban, pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing masing pihak.
Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain (konsumen, pelanggan, tamu, pasien, penumpang dan lain-lain) pada tingkat pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani dan yang dilayani. Menurut Monier (2000), mendefinisikan pelayanan :
sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain. Lebih lanjut dikatakan bahwa pelayanan umum adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan landasan faktor material, melalui sistem prosedur, dan metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai haknya. Menurut Ndraha (2003) “Pelayanan dalam administrasi adalah pelayanan dalam arti kegiatan, apapun isinya. Oleh karena itu administrasi terdapat dalam bentuk atau corak Negara apa saja, baik totaliter, otoriter, maupun demokratik”. Juga menyatakan bahwa “konsep pelayanan meliputi proses, output (produk) dan outcome (manfaat).

Dengan memperhatikan berbagai pendapat di atas, pengertian pelayanan selalu dikaitkan dengan aktivitas seseorang untuk memenuhi kebutuhan, harapan, keinginan pihak lain. Dalam mendefinisikan pelayanan selalu dikaitkan dengan jasa (service).

Pelayanan publik sering dilihat sebagai representasi dari eksistensi birokrasi pemerintah, karena hal itu bersentuhan langsung dengan tuntutan kebutuhan faktual masyarakat terhadap peranan pemerintah. Filosofi pelayanan publik menempatkan rakyat sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Moralitas dari pelayanan publik merupakan derivasi dari filosofi tersebut, yaitu pemberdayaan rakyat dalam relasinya dengan struktur kekuasaan. Secara lebih eksplisit, Sianipar (1999) menjelaskan bahwa “pelayanan publik dapat dinyatakan sebagai segala sesuatu bentuk pelayanan sektor publik yang dilaksanakan aparatur pemerintah dalam bentuk barang dan jasa, yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sejalan dengan pendapat di atas maka Senge (1994) mengatakan “public service generally means services rendered by the public sector-the state or government”.

Dalam perkembangan dinamika kehidupan politik pemerintahan dewasa ini, disadari baik secara internal maupun eksternal kehidupan dunia birokrasi pemerintahan, terdapat isu sentral yang menjadi perhatian publik, yaitu perlunya reformasi birokrasi publik dalam pengelolaan pemerintahan. Urgensi reformasi berkaitan dengan adanya tuntutan akan pengelolaaan pemerintahan khususnya birokrasi pemerintah dalam menjalankan fungsinya, yaitu pelayanan kepada masyarakat (service), membuat kebijakan atau ketentuan bagi kepentingan masyarakat (regulation), dan mengupayakan pemberdayaan (empowerment). Melalui reformasi, masyarakat akan dapat mengetahui sejauh mana kinerja birokrasi pemerintah, disamping masyarakat diletakkan pada kedudukan yang sesungguhnya, yaitu sebagai penilik pemerintahan (Kaloh, 2003).

Menurut Widodo (2001), Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Selanjutnya dikatakan bahwa pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi adalah : “Suatu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan Publik (public services). oleh birokrasi publik dimaksud untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state)”.

Sedangkan menurut W. Riawan Tjandra. dkk dalam Dadang Juliantara (2005), ada tiga level pembahasan dalam kerangka meningkatkan pelayanan publik, pertama, kebijakan (peraturan perundang-undangan), apakah kebijakan dalam pemberian pelayanan publik sudah benar-benar ditujukan untuk kepentingan masyarakat; kedua, kelembagaan, apakah lembaga-lembaga yang dibentuk oleh pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat atau hanya berdasar pada kebutuhan eksistensi lembaga-lembaga di daerah agar tidak dilakukan likuidasi lembaganya termasuk juga kepentingan-kepentingan politis yang sangat kental terutama ketika masuk dalam pembahasan di tingkat legislatif; ketiga, sumber daya manusia, apakah sumber daya manusia yang memberikan pelayanan juga memerlukan kecakapan-kecakapan tertentu, karena saat ini telah terjadi perubahan-perubahan dimana masyarakat juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik, maka administrasi negara tidak bisa hanya bertindak berdasar pada perintah atasan, namun tuntutan masyarakat juga menjadi bagian penting.

No comments:

Post a Comment