Definisi outsourcing

a. Definisi outsourcing
Outsourcing merupakan trend untuk mengatasi persoalan-persoalan tentang ketenagakerjaan dalam perusahaan. Gibson (1996) mengatakan bahwa outsourcing adalah perpindahan rutinitas usaha ke sumber daya yang ada di luar.

Menurut Brooks (2004), outsourcing merupakan upaya mendapatkan barang dan jasa dari supplier luar atau yang beroperasi di luar negeri dalam rangka memotong biaya. Bridges (1994) mengemukakan tiga komponen pokok dari outsourcing.

Pertama, teknologi informasi (TI) merupakan perkembangan komputer yang  mengubah struktur kerja beberapa aktifitas perusahaan bergantung pada komputer. Kedua, komunikasi yang ditandai dengan lancar tidaknya komunikasi dalam perusahaan yang akan nampak pada kinerja perusahaan. Dan terakhir,
stuktur organisasi perusahaan.
Langford (1995), mendefinisikan outsourcing sebagai suatu bentuk strategi sumber daya manusia (human resources strategty) perusahaan. Di mana untuk memenuhi kebutuhan sumber daya manusia perusahaan, perusahaan menggunakan dua jenis tenaga kerja yaitu: tenaga kerja tetap (tenaga kerja yang berasal dari dalam perusahaan) dan outsource (tenaga kerja yang berasal dari luar perusahaan/tenaga kerja kontrak). Tenaga kerja tetap berfungsi sebagai sumber daya manusia inti perusahaan sedangkan outsource berfungsi sebagai sumber daya manusia pelengkap yang jumlah dan waktu penggunaannya disesuaikan dengan kondisi yang sedang dihadapi perusahaan.
Terdapat beberapa alasan bahwa outsourcing diperlukan oleh perusahaan, sesuai dengan strategi masing-masing pemakai jasa outsourcing:
a. Mempertahankan standar pelayanan kepada pelanggan
Perusahaan yang semakin besar tidak mungkin lagi melakukan semua pekerjaan secara mandiri. Apabila perusahaan memaksa melakukan semua hal di tangan perusahaan sendiri, maka perusahaan harus mengorbankanpelanggan yang menunggu berjam-jam untuk layanan yang diberikan.

b. Share of wealth! (Berbagi keberuntungan dan kesempatan)
Perusahaan besar berbagi kesempatan kepada sekian banyak perusahaan outsourcing yang mendukung kegiatan operasional perusahaan. Sebuah simbiosis mutualisme, yang saling menguntungkan, win-win relationship.

c. Tidak memiliki atau kurang pengalaman
Sebaliknya, perusahaan kecil atau kantor cabang perlu bekerja sama dengan perusahaan yang lebih besar dan berpengalaman dalam bidang yang sama.

d. Mempertahankan karyawan beretos kerja tinggi
Perusahaan akan membuat kesepakatan untuk memberikan status permanen pada karyawan outsourcing bila karyawan tersebut sangat baik dalammelaksanakan pekerjaannya, produktif, rajin dan sopan.

e. Pertimbangan efisiensi biaya
Penurunan biaya produksi atau biaya layanan dapat dilakukan dengan baik melalui outsourcing. Penunjukkan kepada pihak ketiga, yang memiliki komitmen untuk belajar, menjalankan usaha dengan sungguh-sungguh dan gigih dapat memberikan penghematan biaya yang cukup signifikan.

Outsourcing, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai ”alih daya”.
Outsourcing merupakan pengalihan sebagian atau seluruh pekerjaan atau wewenang kepada pihak lain guna mendukung strategi pemakai jasa outsourcingbaik pribadi, perusahaan, divisi ataupun sebuah unit dalam perusahaan. Jadipengertian outsourcing untuk setiap pemakai jasanya akan berbeda-beda. Semua tergantung dari strategi masing-masing pemakai jasa outsourcing (Komang danEka, 2008).

Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, terdapat persamaan dalam memandang outsourcing (alih daya) yaitu terdapat penyerahan sebagian kegiatan perusahaan kepada pihak lain. Outsource SDM adalah jenis outsource yang bertujuan hanya menyediakan tenaga kerja. Dalam konteks ini, maka sudah selayaknya perusahaan outsourcing memiliki kemampuan di bidang pengelolaan administrasi SDM secara memadai. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah kemampuan perusahaan outsourcing untuk melakukan rekruitmen. Bisa dikatakan perusahaan outsourcing jenis ini seolah-olah menjadi perpanjangan dari departemen HRD perusahaan induk.

b. Komang’s outsourcing matrix
Secara umum, sebuah tim manajemen harus mempertimbangkan langkah awal sebelum melangkah pada tahapan outsourcing. Hal ini merupakan dua situasi yang berbeda, mempertimbangkan outsourcing dan melakukan outsourcing itu sendiri. Keputusan dalam mempertimbangkan dan menerapkan outsourcing dibagi dalam dua hal pokok: Critical dan Core. Apakah sebuah pekerjaan itu critical atau core, pertanyaan harus diajukan sebelum membuat keputusan lebih lanjut.

Core matrix berarti sebuah proses atau keahlian merupakan kunci dari competitiveness atau yang membedakan perusahaan dengan kompetitor. Critical matrix berarti jika tidak dilakukan sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada, maka beberapa resiko yang dapat terjadi antara lain proses tidak dapat berjalan, kehilangan pelanggan, kerugian perusahaan, bahkan sampai penutupan perusahaan. Core adalah bagaimana perusahaan eksis (keberadaan perusahaan itu sendiri), dan critical adalah bagaimana perusahaan bertahan dalam bisnisnya (menyangkut pengelolaan perusahaan).

a. Kategori Non Core-Non Critical
Non critical dijelaskan dengan jawaban atas beberapa pertanyaan, seperti, jika proses ini tidak ada atau tertunda, apakah perusahaan tetap bisa dijalankan?
Jika jawabannya masih dapat dilakukan dan tidak mempengaruhi pelayanan perusahaan pada para pelanggan, maka hal ini merupakan salah satu ciri bahwa pekerjaan atau tugas tersebut adalah non critical. Berikutnya, apakah karyawan yang melakukan pekerjaan tersebut bisa digantikan dengan mudah? Perlu beberapa lama untuk mencari pengganti dengan tingkat pelayanan yang mirip dengan yang tidak ada saat ini? Jika jawabannya adalah bahwa posisi ini tidak sulit digantikan, orang yang akan menggantikan cukup diberikan pengetahuan dasar dari pekerjaan tersebut. Dalam satu atau dua jam sudah dapat menggantikan
karyawan yang tidak hadir, maka hal ini adalah non core.

Contoh dari posisi dalam matriks ini adalah cleaning service atau office boy. Apabila suatu pagi perusahaan menerima kabar bahwa cleaner yang biasanya hadir setiap jam 7 pagi, tidak dapat hadir karena tertimpa musibah, maka perusahaan tidak akan berhenti beroperasi. Perusahaan tetap bisa berjalan dan akan mempertimbangkan untuk mencari pengganti karyawan tersebut. Apabila  pengganti tidak bisa didapatkan pada hari yang sama, pekerjaan di kantor tetap dapat berjalan dengan gangguan yang sangat minim.

Perusahaan dapat menelepon perusahaan cleaning service untuk mengatasi masalah yang ada dengan mendatangkan seorang cleaner pengganti. Perusahaan cleaning service yang sudah mapan tentunya dapat melakukan pembersihan sesuai standar, sambil melakukan proses administrasinya secara paralel. Tidak dibutuhkan administrasi yang rumit dan perusahaan akan segera menerima tagihan untuk harga seorang petugas kebersihan. Perusahaan pemakai tidak perlu memikirkan bagaimana pekerjaan tersebut direkrut, bagaimana pekerja tersebut akan datang dan lain-lain. Dalam posisi matriks seperti ini, outsourcing dilakukan
karena pertimbangan efisiensi dan efektifitas.

b. Kategori Non Core-Critical
Pekerjaan-pekerjaan yang masuk dalam kategori ini harus dipertimbangkan untuk outsourcing dan bahkan melakukan kerjasama lebih mendalam dengan perusahaan lain yang memiliki keahlian berbeda-beda. Contoh, perusahaan pengeboran minyak, sebelum melakukan pengeboran minyak lepas pantai harus melakukan survei terlebih dahulu untuk membaca lapisan-lapisan bumi yang ada di dasar laut. Pekerjaan ini tentulah sangat critical, karena apabila tidak dilakukan, dapat mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit.
 
Perusahaan pengeboran minyak mengalihdayakan survei pemetaan lapisan bumi kepada sebuah perusahaan yang sudah memiliki keahlian dalam bidang ini.

Dengan survei dan peralatan super canggih dan mahal, rasio keberhasilan pengeboran minyak berkisar 1 berbanding 7 untuk saat ini, dibanding 1 berbanding 10 di dekade 90-an. Demikian juga untuk memastikan besarnya aliran minyak yang berhasil dikeluarkan dari sebuah sumur minyak, perusahaan pengeboran harus melakukan tes, dan tes ini memerlukan para ahli dari perusahaan outsourcing bernama Slumberger.

c. Kategori Core-Non Critical
Seharusnya, sebuah posisi yang disebut core, haruslah critical untuk sebuah perusahaan. Namun, perkembangan dan entrepreneurship yang semakin tajam dapat membuat sebuah posisi atau pekerjaan yang critical dan core menjadi non critical dan tetap core dari perusahaan tersebut. Artinya, core dari perusahaan
tersebut adalah tetap. Namun hal-hal yang bersifat critical dipilah lagi sehingga ketergantungan atas proses bisnis dapat dikurangi sehingga menjadi non critical. 

Contoh produk yang dapat dipisahkan dan diurai menjadi non critical adalah seorang pemilik waralaba burger yang marak ada di pinggir jalan. Core dari produk ini adalah hasil akhir sebuah hamburger yang enak utuk disantap.
Pemilik waralaba mengalihdayakan proses pembuatan bun (roti berbentuk bundar  pipih yang menjadi bagian terluar dari hamburger) kepada perusahaan roti yang  memang ahli di bidangnya. Sehingga perusahaan waralaba tidak perlu lagi khawatir rotinya tidak mengembang karena perusahaan roti (bakery) tersebut pasti
dapat menyediakan bun yang sesuai untuk hamburger.

Perusahaan roti tersebut mensuplai bukan hanya resto hamburger, tetapi ratusan restoran, minimarket, supermarket hingga hypermarket yang ada di seantero Jabodetabek. Hamburger tetap menjadi core product-nya, namun roti  akhirnya menjadi non critical. Karena apabila perusahaan roti tidak datang
membawa bun sesuai perjanjian, maka perusahaan akan mudah mengutus anak buahnya ke supermarket terdekat, untuk membeli bun. Sebuah restoran hamburger, memiliki core product hamburger yang tidak mungkin tanpa bun.
Namun, penyediaan bun tidak harus menjadi hal yang critical lagi saat di mana mana produk tersebut sudah tersedia. Jadi, walaupun critical tetap dapat dipilah menjadi non critical lalu kemudian dilakukan outsourcing.

d. Kategori Core-Critical
Contoh, Nike yang sudah berusia 70 tahun pertama kali diciptakan oleh Philip H. Knight. Core dari pabrik sepatu adalah membuat sepatu. Hal kenyamanan, model dan selera pasar adalah critical. Perusahaan harus
mempertimbangkan bagaimana sepatu bermerek dapat masuk pasar dan diterima  baik di seluruh dunia. Michael Treacy dan Fred dalam bukunya Discipline of Market Makers mengemukakan bahwa untuk sukses memenangkan pasar persaingan di pasar yang ketat, setiap perusahaan harus memiliki strategi yang tangguh (Komang dan Eka, 2008). Kesuksesan ini dapat dicapai dengan tiga disiplin, yaitu, operational excellent (harga terbaik dan mudah didapat atau ditemui), customer intimacy (layanan terbaik dalam pasar yang dimasukinya) dan product leadership (produk terbaik dan inovatif).
Nike, hingga saat ini tetap menjadi contoh yang paling sering sebagai perusahaan dengan product leadership. Setiap mengeluarkan model, pasti harus menjadi pemimpin dalan persaingan. Nike untuk sepatu, setara dengan Sony untuk produk elektronik dan Toyota untuk mobil. Sebagai perusahaan sepatu,
Nike tidak pernah mempunyai pabrik sepatu. Setiap sepatu, Nike terbuat dengan mempertimbangkan desain dan kemudian marketing yang sangat baik. Dari sebuah product leadership, perusahaan juga membuat bagaimana sang pemakai merasa sangat “ketagihan”, dengan kata lain customer intimacy-ya tinggi.

Desainer sepatu Nike bukan hanya berasal dari orang-orang seni, namun juga para psikolog olahraga, dokter ortophedy, motivational consultant di samping masukan dari para eksekutif hebat dalam bidang pemasaran dan penjualan. 
Setelah desain jadi, perusahaan mengalihdayakan pembuatan sepatu ini ke Indonesia, Vietnam, dan Korea. Nike, menjadi salah satu merek yang mengalihdayakan seluruh pembuatan sepatu ke pabrik lain, bahkan di negara lain sehingga mencapai operational excellent. Merek yang sama, untuk pasar di

Amerika dibuat di Meksiko agar efisien. Distributornya juga dialihdayakan kepada perusahaan distributor pakaian olah raga yang menguasai penjualan di masing-masing negara. Hal ini menjadi pergeseran critical dan core sebuah  produk sepatu.

No comments:

Post a Comment